24. The Jerk (2)

32.7K 3.7K 57
                                    

"Untuk apa kau kesini?" Tanyaku memasang wajah tidak bersahabat meskipun jantungku sudah tak karuan lagi berdebarnya di dalam sana. Aku berbohong kalau mengatakan aku tidak merindukannya.

Sean membukakan pintu mobilnya untukku begitu melihatku berjalan keluar. Terlihat begitu percaya diri kalau aku akan masuk kedalam sana.

"Mengajakmu makan siang." Jawabnya dengan senyuman yang mampu membuat jantungku semakin berdebar sangat cepat.

Sial! Apa dia tidak tahu efek senyumannya itu? Beruntunglah Alana yang bisa setiap hari menikmati senyuman Sean.

"Ayo naik." Ajakkan atau paksaan? Entahlah. Tetapi aku masih berdiri di ambang pintu tanpa minat untuk naik ke mobilnya.

"Aku bisa naik mobilku sendiri." Aku menunjukan kunci mobilku sejajar dengan kepalaku, lalu menekan tombol di sana hingga mobilku yang terparkir tepat di sampingnya berbunyi. "Kau tidak perlu repot-repot."

Salah satu alis Sean terangkat tapi aku tidak peduli. Aku berjalan kearah mobilku, berdiri di sisi pengemudi yang membuatku berdiri tepat di samping Sean yang masih menahan pintu penumpang di sisi mobilnya. "Mau kemana?" Tanyaku datar, berbanding terbalik dengan jantungku yang sudah berakrobat berribu gaya di dalam sana.

Sean menutup pintu di sampingnya lalu bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau mau makan apa?" Ia bertanya balik kepadaku.

"Aku tidak lapar." Jawabku ketus.

"Kau mengatakan itu juga terakhir kali aku mengajakmu keluar makan. Tetapi yang ku ingat, kau bisa menghabiskan porsi 5 orang dalam 1 jam setelahnya." Ujarnya menyindirku seperti sebuah belati yang menyayat bajuku hingga terbuka. MALU!

"Katakan saja apa yang mau kau bicarakan. Aku masih banyak pekerjaan." Memang pekerjaanku masih banyak, tetapi 90% adalah Pekerjaan Annual Event majalah People dan aku tidak bisa mengerjakannya karena laki-laki sialan ini yang terus mengganggu pikirannya.

Pandanganku jatuh ke leher Sean. Pergerakan Jakun Sean yang naik dan turun sontak membuatku menelan ludah tanpa sadar.

Bagaimana rasanya menghirup aroma Sean dari sana?

Ah sekali lagi, beruntunglah Alana. Pasti Sean sangat lembut memperlakukannya di atas kasur. Bagaimana rasanya menjadi Alana?

Aku mendadak ingin menangisi kisah cintaku sendiri. Kemana perginya jodohku?

"Kelly." Jentikan jari Sean juga panggilan Sean menyadarkanku dari lamunan.

Aku mendongak dan melihatnya mengernyit menatapku, aku kembali meneguk ludahku saat menyadari seberapa dekat Sean di depanku sekarang. Bibir tipis... bagaimana rasanya dicium oleh Sean? Apa bibir itu selembut kelihatannya?

Aku tidak menyadarinya, aku tidak tahu apa aku yang mulai mendekat, atau sebaliknya.

Jarak antara wajahku dan wajahnya semakin menipis. Jantungku bergemuruh menanti. Kakiku yang sudah mengenalan Heels 7 sentipun tak membantuku berhenti menjinjit. Mataku kemudian terpejam saat aku merasakan tangannya yang besar dan hangat menyentuh pipiku.

Ini salah. Ini jelas-jelas salah.

Aku tentu tidak lupa mengenai Alana, tetapi aku tidak bisa menarik diriku dari hipnotis pesona yang Sean miliki.

Ini sangat tidak adil bagiku untuk membiarkannya menciumku. Tetapi jauh di dalam sana, hati kecilku menginginkan ini. Penasaran akan rasa bibir Sean yang terlihat menggoda untuk di cicipi. Dan mungkin ini adalah kesempatan pertama dan terakhir? Aku tidak tahu.

Seharusnya kisahku semudah itu. Bertemu dengan laki-laki yang tulus mencintaiku, kami jatuh cinta, menikah, dan semuanya berakhir bahagia seperti di cerita dongeng.

Kelly [#DMS 5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang