Aku mengabaikan lemparan benda-benda plastik yang terarah padaku.
Aku hanya menatap kosong ke taman hijau dan bersandar di pojokan bungalow, menikmati angin sore yang menyejukkan hati juga pikiranku setelah bertemu dengan dua orang menyebalkan.
"Marvel, Stop melempari bibi Kelly dengan mobilmu."
Aku menoleh, melihat bocah berumur 9 tahun yang baru saja mengomeli adiknya yang masih berumur 4 tahun.
Aku kembali menoleh kearah dua bocah kembar yang ternyata dari tadi melempariku dengan mobil mainan mereka di sisi lain.
"Marvel nakal!" Tambah gadis muda yang berdiri di sebelah Mike. Bibirnya mengerucut lucu membuatku tak kuasa untuk tidak mencubit pipinya.
"Austin did it." Sanggah bocah yang bernama asli Alceo Marvello Tyler itu sambil menunjuk kembarannya, Austin Marvello Tyler tanpa rasa bersalah.
"Aku tidak!" Merasa tidak terima, Austin mengelak, tetapi matanya sudah berair menahan tangis. Aku jamin sebentar lagi salah satu di antara mereka pasti akan menangis, dan aku memastikan yang akan menangis adalah Austin.
"Sudah, jangan bertengkar!" Aku menengahi. Cukup aku pusing dengan masalahku. Aku tidak mau mendapat masalah tambahan dengan orangtua keempat bocah ini.
"Marvel yang memulai." Tunjuk Austin.
"Kau!" Sanggah Alceo.
Aku menghela nafas dan menggeleng. Sepertinya pilihanku menenangkan diri di Mansion salah satu kakakku adalah pilihan terburuk yang pernah ku ambil. Aku mengira hanya Mansion kak Kenneth yang tidak memberiku ketenangan, ternyata disini juga.
Sepertinya aku harus memikirkan rencana membeli Mansion sendiri untuk menyendiri.
"Bibi sakit?" Tanya gadis kecil yang juga kembaran dengan kedua pengacau itu, namun memiliki sifat jauh lebih baik dari mereka, Auryn Marvella Tyler. Mata hijaunya yang bening menatapku dengan binarnya sendiri.
"Jangan ganggu bibi Kelly, Auryn." Satu-satunya bocah yang sudah lebih besar itu menarik lengan Auryn agar sedikit menjauh dariku. Michael Varenino Darwin, Anak angkat kak Keira. "Omong-omong, bi, ponselmu dari tadi berbunyi. Paman Alexis meneleponmu."
Jelas sekali terasa... rasa kecewa itu. Apa sebenarnya aku berharap kalau Sean yang meneleponku?
Mimpiku terlalu tinggi.
"Bibi ini." Mike yang tidak tahu kapan perginya, kini sudah kembali dengan ponselku yang masih berdering nyaring. "Se...Sean. kali ini Sean menelepon."
Aku terbelalak dan langsung menyambar ponsel itu. Benar saja nama Sean tertera disana.
Jantungku mendadak berdebar lagi dengan tempo cepat.
Namun ketika aku ingin menjawabnya, panggilan tersebut sudah terputus.
"Wajah bibi merah." Aku menoleh kearah Alceo yang baru saja melontarkan komentar itu.
"Tidak!" Elakku. Jelas-jelas aku merasakan panas menjalar hingga ke ubun-ubunku.
"Merah! Benarkan, Austin?" Yang ditanya hanya mengangguk, dan saat aku menoleh kearah Mike juga Auryn, mereka ikut mengangguk seakan serempak memojokkanku.
Bibirku terbuka dan kembali menutup.
Sudah seperti ini, kau masih menyangkal kalau kau tidak jatuh cinta pada laki-laki itu? Tidak bisa di percaya.
Kata-kata Alexis kembali mengusikku. Wajahku terasa sangat panas sekarang. Lebih panas dari air mendidih.
"Aku tidak sedang jatuh cinta!!!" Erangku saat kata-kata mengejek Alexis terus mendengung di kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelly [#DMS 5]
RomancePernah merasakan rasanya mencintai teman masa kecilmu, namun kalian hanya berakhir dalam sebuah status pertemanan, bahkan persaudaraan? Pernah merasakan rasanya mencintai seseorang yang tidak pernah kau temui, namun kemudian laki-laki itu berubah me...