Perkemahan!
Fandy berjalan gontai menunjukkan wajah kesalnya sedangkan Killa menyusul di belakang sambil menggerutu. Suasana hatinya menjadi buruk ketika disuruh kembali lagi ke parkiran yang jauh.Baik jika jauh saja sedangkan ini jauh dan medannya yang membuat malas, 45 menit akan ditempuhnya lagi dengan jalan kaki bolak-balik dan bersama Killa gadis yang selalu menyusahkannya akhir-akhir ini. Jalan yang curam akan menjadi semakin menyeramkam jika mereka berdua yang melewatinya. Ketika si songong dan si gesrek bersama dalam mood yang jelek mungkin mereka tidak akan bertengkar seperti biasanya.
"Jalannya bisa lebih cepet lagi gak? Lelet!" Sindir Fandy ketika menoleh mendapati Killa yang sangat jauh darinya hampir tertutup semak-semak yang panjang dan belokan.
"Gue ngirit bego." Jawab Killa dengan teriakan.
"Bahan bakar motor kali ngirit, buruan sih, nanti gue tinggal ngadu lagi." Fandy berhenti melangkahkan kakinya menunggu gadis itu lebih dekat darinya jika tidak mungkin gadis itu akan membuat masalah seperti tiba-tiba hilang atau mengadu pada Pak Eko jika dirinya ditinggal di belakang.
Hening! Mereka kembali terdiam. Fandy memimpin. Sekali lagi, jika saja Fandy tidak perduli pada Killa maka dia lebih memilih untuk lari secepatnya dan mengambil ransel pink sialan itu.
Jalanan setapak mulai terlewati, rumput-rumput liar yang memanjang sudah jauh di belakang. Mereka memasuki jalanan aspal, jalan aspal yang jelek, setidaknya itu memang jalan aspal. Menanjak membuat napas menjadi memburu, jalan bersampingan dengan gadis gesrek ternyata membuat perjalanan yang jauh makin jauh, yang bosen makin bosen dan yang capek makin capek.
Batu krikil tersebar di jalanan yang rusak, kaki Killa masih sempat menendangnya walaupun dia tau itu sangat kuker.
"Woy kena gue batunya. Jago nendang aja enggak, kebanyakan gaya lo." Fandy berteriak membuat Killa mengeryit dan berhenti menendang. Batu krikil yang dari tadi kakinya mainkan sukses mengenai Fandy.
"Gak sengaja Fendoy kaki gue yang minta." Gadis itu ngotot tidak ingin disalahkan sambil menunjukkan muka meledeknya.
"Fendoy, Fendoy emang bapak gue main seenaknya ganti nama orang. Sekali-kali kek ganteng, manis!"
Killa menjulurkan lidahnya. Kakinya kembali menendang batu dengan sengaja agar mengenai Fandy.
"WOY.........." Mata Fandy melotot
"Kena kaki gue, bisa diem ngak?" Killa hanya cengegesan melihat wajah marah Fandy.
"Sono ambil ransel lo sendiri gue mau ke tenda!"
Muka Killa mendadak menjadi panik setelah kemarahan Fandy, laki-laki itu menjadi lebih sensitive sejak tadi tidak asik seperti biasanya. Fandy masih diam menunggu jawaban dari Killa!
"Masa lo tega ngebiarin gue ke parkiran sendiri sih! Nanti kalo gue diculik gimana? Kalo tiba-tiba ada hewan buas gimana? Kalo gue digodain sama orang yang enggak gue kenal gimana? Kalo gu-"
"Kalo lo bisa diem gak bikin rusuh gue anterin! Sumpah ya gue capek pengen santai." Belum sempat Killa menyelesaikan pidatonya Fandy lebih dulu memotong omongan Killa, gadis itu sekarang menjadi cerewet!
Killa tersenyum mendengar hal itu, mungkin kali ini dia harus berusaha akur dulu dengan Fandy sampai dia mendapatkan rasel pink milik kakanya yang menyusahkan. Andai saja semalam dia tidak menyetujui untuk memakai tas itu pasti Fandy dengan mudah akan membawakan ranselnya yang tidak berwarna pink.
Di tengah perjalanan pikiran Killa selalu mengarah pada keadaan tenda. Apakah tendanya masih berdiri? Mengingat dari tadi membuat benda itu tegak saja sangat susah, roboh lima kali dan Karin? Gadis rempong itu selalu mengacaukan yang diperhatikan hanya wajah dan make upnya, lalu bagaimana bisa tenda itu berdiri jika hampir setiap keringat ingin menetes saja Karin selalu mengambil bedak dan memoleskannya di wajah.
Killa mendongkak pandangannya melihat ke arah sekitar, Fandy lelaki yang berjalan di depannya sedang menunduk menahan panasnya terik matahari yang menyengat, padahal sudah hampir sore, seharusnya matahari mulai turun. Kenapa lelaki di hadapannya sekarang menjadi seperti lelaki pendiam, bukan Fandy yang Bad dan suka mencari masalah? Apa dia selelah itu?
"Ndy!" Killa merenggek berharap lelaki itu menoleh dan melihat keadaannya yang sudah sangat lelah. Jalannya menanjak berbeda saat dia ke perkemahan jalan yang dia lewati menurun jadi tidak terlalu lelah.
"Fandy!" Lelaki itu tidak menoleh sibuk melangkahkan kakinya, sebentar lagi parkiran akan mulai terlihat.
"Apa?"
Killa berlari menyeimbangkan langkah Fandy agar pembicaraannya lebih nyaman.
"Ndy?"
"Apasih?"
Killa mengerucutkan bibirnya melihat ekspresi Fandy."Gendong! Gue capek!" Betapa terkejutnya Killa melihat respon Fandy yang terlalu berlebihan mulut yang menganga mata yang melotot dan ekspresi yang konyol.
"Gue capek, lo mau gue terkapar kelelahan di sini?" Killa merenggek lagi.
"Enggak, emangnya gue gak capek apa. Males gue!" Tolak Fandy. "Heh lo dengerin ya, gebetan gue, sampe mantan gue aja belom pernah gue gendong apalagi cewek gesrek spesies langka yang udah numpahin mango juice. Gue engak mau gendongin lo! Mau lo terkapar lah, apa lah, ini lah, itu lah, gue sih gak perduli!" Fandy melangkahkan kakinya kembali lebih cepat membiarkan Killa bengong.
Killa membalikkan badannya, dia memutuskan untuk kembali ke tenda! Masa bodo dengan ranselnya, tidak perduli perjalanannya yang sudah dekat, dan tidak perduli walaupun Killa harus menyusuri jalanan itu lagi setidaknya rute itu menurun bisa mengurangi tingkat kelelahannya dari pada harus meneruskannya bisa-bisa Killa benar-benar terkapar.
Beberapa langkah kaki Killa berjalan kembali ke perkemahan tangannya merasa ditarik, perasaannya menjadi tegang, pikirannya menjadi tidak karuan, dia takut jika binatang buas yang menyentuhnya. Jika iya? Lalu siapa yang akan menolongnya? Fandy sudah berada jauh di depan.
"Buruan naik!" Perasaan buruknya hilang seketika begitu suara yang amat Killa kenali terdengar. Killa menoleh melihat Fandy yang sudah jongkok bersiap untuk menggendongnya. Killa tidak percaya dengan ini semua, padahal niatnya untuk minta digendong adalah alasan saja agar Fandy yang mengambil ranselnya dan Killa kembali ke tenda, dan rencana itu hampir berhasil, dia sudah melangkah ke perkemahan tapi mengapa Fandy mengambil keputusan untuk mengendongnya?
"Buruan naik, pegel." Fandy memandang Killa yang terdiam dalam heran.
"En...engak....ngak usah!" Dengan terbata-bata Killa menyengir masih tidak percaya. Lelaki seperti Fandy ternyata juga mempunyai rasa perduli. Dari dulu yang dia pikirkan tentang lelaki itu hanya hal buruknya saja dan Killa sama sekali tidak tau hal baiknya, Killa menjadi tau bagaimana tentang seorang Fandy Bavinsta walaupun dia baru mengenalnya.
"Lama!" Fandy langsung meraih tubuh Killa yang mematung, gadis itu sempat oleng dan akan terjatuh begitu berada di pungung Fandy, untung saja tangannya sempat memegang kaus pada bahu lelaki yang mengendongnya itu.
Sekarang Killa merasa tidak enak, tanjakan dan jalanan rusak dia tempuh dengan duduk di pungung Fandy. Dia yakin rasa lelah Fandy semakin bertambah karena berat badannya yang ditopang.
Jangan lupa vote dan coment.
Add library!
Thank.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRESTIGE
Acak#495 dalam Teenfic 29/02/2018 #312 dalam Random 11/06/2018 Fan, gue sama sekali gak punya keinginan untuk merasakan sakit hati. Tapi entah mengapa semua sikap lo membuat hati gue berkenalan dengan perih. Gue pengen bilang sesuatu, ini tentang kita...