Malam ini Karin menginap di rumah Killa. Dia juga ingin caper pada bang Fauzan. Setelah Killa mengatakan bahwa Dinda mendekati Fauzan, Karin sedikit tidak rela. Karin sudah sempat dekat dengan Fauzan, dia juga pernah ditolak sama Bang Fauzan karena Karin terlalu berlebihan. Walaupun begitu tapi Karin tidak suka jika wanita yang akan menjadi kekasih Fauzan adalah seorang wanita gatal seperti Dinda.
"Lo masih sehat kan setelah nangis tadi? Muka lo kusur kayak rambut gue nih yang belum perawatan ke salon," kata Karin yang menyisir rambutnya.
Killa memang menangis tadi begitu dari balkon. Dia ingin meminta maaf pada Fandy tapi dia tidak datang ke kelas sampai pelajaran berakhir. Alasan menangisnya cukup jelas tapi Killa tidak tau. Dia belum bisa mencerna semua perasaannya karena sudah tercampur aduk dengan ancaman Dinda.
"Gue salah ya Rin?" Tanya Killa polos.
"Biar bener lo harus ke salon terus perawatan jadi cantik deh!" Karin menjawah nyeleneh membuat Killa berdecak sebal.
"Karin gue serius!" Killa melemparkan bantal berwarna biru ke arah Karin.
"Gue limarius." Karin memberikan ekspresi wajah unyunya pada Killa.
"Eh abang Fauzan!" Karin berlari ke luar pintu begitu melihat Fauzan lewat di depan pintu kamar Killa. Memang sengaja Killa biarkan terbuka, dia juga sedang menunggu abangnya. Killa ingin mengatakan sesuatu pada abang Fauzan.
"KARIN!" Killa berteriak membuat Karin berhenti di ambang pintu kemudian menoleh pada Killa.
"Iya Killa, gue mau ngisi vitamin dulu bye," Karin merasa sangat bersemangat jika akan bertemu dengan abang Killa.
"Nggak. Lo bener-bener ya."
"Iya bener lah masa salah. Bentar 5 menit! Ok." Kekeh Karin. Rasanya seperti sudah kebelet, tidak bisa ditahan-tahan lagi.
"Enggak!"
"3 menit deh." Tawar Karin pada Killa. Sepertinya misi mendekati Fauzan akan gagal.
"Enggak Karin." Killa melotot pada Karin menandakan tidak kesetujuannya itu.
Karin berdecik kesal. Kapan dia bisa dekat dengan Fauzan. Rasanya hanya Aldo yang yang selalu membuntutinya dan menggodanya dengan perasaan tulus.
"Karin."
"Apa!" Karin menjawab dengan ketus. Napsu bertemu Fauzan seakan meningkat, Karin sangat bergairah sekali begitu melihat Fauzan yang lewat di depan pintu, menyangking skateboard dengan baju kemeja yang tidak dikancing.
"Gue harus gimana?" Tanya Killa. Dia bingung. Killa sedang marah pada Fandy tapi Killa juga sudah membuat Fandy marah dan kecewa. Killa baru pernah membentak Fandy, begitu pula sebaliknya Fandy baru pernah kasar pada Killa. Tapi alasannya mudah itu semua karena Killa yang memulai dan Fandy yang terbawa emosi.
"Lo harus ijinin gue ketemu abang lo!" Karin menjawab dengan semangat sambil tersenyum, menampilkan deretan gigi ginsulnya. Karin memang cantik tapi para pria sering menyalahgunakan kecantikan Karin.
"Gak lucu."
***
Malam ini Fandy memutuskan untuk keluar rumah. Seperti biasa dia akan pergi ke Dizle Cafe, bersama Sakti dan Aldo tentunya.
Jika diam di rumah dalam keadaan seperti ini mungkin Fandy bisa gila. Killa memang sudah membuatnya stress.
Sejujurnya Fandy juga khilaf atas sikap kasarnya pada Killa tapi itu berjalan tanpa kendalinya.
Fandy meneguk Becardi yang tersisa setengah gelas. Tidak biasanya dia minum seperti ini, mungkin karena pikirannya sudah kacau.
"Idih dih udah dong. Nanti gumoh!" Aldo segera menyambar gelas minuman Fandy. Dia baru saja tiba di sini, bersama Sakti tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRESTIGE
Random#495 dalam Teenfic 29/02/2018 #312 dalam Random 11/06/2018 Fan, gue sama sekali gak punya keinginan untuk merasakan sakit hati. Tapi entah mengapa semua sikap lo membuat hati gue berkenalan dengan perih. Gue pengen bilang sesuatu, ini tentang kita...