44

2.8K 106 6
                                    

Killa kembali ke kelasnya dengan keadaan buruk. Kejadian barusan sama sekali diluar kendalinya. Killa fikir hari ini Fandy akan memberinya kejutan romantis, meminta maaf contohnya.

"Gue mau balik Rin." Killa menyerobot tasnya yang berada di meja dan lari begitu saja keluar dari kelas.

"Kok nangis?" Tanya Karin mengikuti Killa. "Tungguin gue. Kenapa sih Killa?" Karin berteriak frustasi.

"Ih si Fandy ngapain lo?" Karin menghadang langkah Killa, yang dihadang menerobos saja.

"Budek ya. Gue tanya Fandy ngelakuin apa hah?" Tanya Karin lagi.

Sekiranya dari kelas Killa sampai gerbang depan sekolah pertanyaan Karin tidak ada yang dijawab.

"Gila lo sumpah, gue aduin Kevin." Kata Karin kemudian berlari menuju ruang BK karena Kevin sekarang berada di sana karena ribut tadi.

Killa tidak perduli. Baru kemarin-kemarin Fandy romantis, melakukan hal konyol yang membuat Killa tertawa, ada untuk Killa, membuat Killa menjadi wanita teristimewa baru kemarin Fandy mencium Killa dan memeluknya kemudian sekarang semuanya berubah, Killa benci Fandy. Rasanya sakit sekali, tidak terima bercampur amarah emosi.

"Benci gue sama lo, benci. Harusnya lo gak perlu repot bikin gue ketawa kalau gue juga harus kecewa." Kata Killa di dalam taxi.

Air matanya sulit dihentikan, keluar dari gerbang Killa langsung menghentika taxi dan meminta sopir mengantarnya pulang. Ponsel Killa dari tadi berdering, tentu saja bukan dari Fandy ini justru dari Kevin.

"Kok udah pulang? Nakal bener semenjak gak sama gue." Seru Davin tanpa melihat Killa. Dia berada di ruang tamu sedang bermain PS. Entah dia itu punya tempat tinggal atau tidak yang jelas manusia itu berada di rumah Killa saat ini.

Killa tidak menggubrisnya, sampai sekarang dia masih saja menangis.

"Kok diem ditanya. Dapet ilmu sombong juga dari sekolah?" Tanya Davin. Kemudian dia menoleh melihat Killa yang sesegukkan menaiki tangga menuju kamar.

"Killa." Panggil Davin. Killa tidak menoleh tangannya dia gunakan untuk menutupi mukanya.

Stik yang dari tadi Davin genggam dia lempar dan berlari menyusul Killa.

"Kenapa?" Davin menarik tangan Killa membuat gadis itu membalikkan badannya.

Killa hanya menunduk tidak berani menatap Davin, dia takut jika Davin meremehkannya. Semenjak putus dari Davin harusnya Killa semakin bahagia untuk balas dendam. Tapi jika seperti ini Killa akan malu.

"Kenapa?" Tanya Davin lagi dengan suara yang melembut.

"Cewek hadir untuk dibahagiakan. Bukan untuk menangis." 
Davin merangkul Killa pelan dan membiarkannya masuk dalam pelukan. Satu-satunya yang dibutuhkan wanita ketika menangis adalah pelukan.

Davin membelai pelan rambut Killa. Bukannya diam, Killa justru menangis semakin menjadi-jadi. Sudah wajar ketika wanita dipeluk tangisannya tidak mereda. Karena dia merasa diperdulikan ketika hatinya lemah dan menggeluarkan semua emosinya.

"Killa dengerin gue. Meskipun gue mantan tapi gue masih sayang, dan gak mungkin gue akan baik-baik aja ngeliat lo nangis di hadapan gue. Dengan ini gue mohon jangan pernah keluarin air mata lo di depan gue. Karena itu sama aja lo nyiksa gue dengan kata lain menyalahkan gue. Lo ngebuktiin kalau gue ini bukan lelaki baik-baik karena gue lepasin lo dulu dan akibat dari gue lepasin lo akhirnya lo tersakiti. Gue akan menyesal, coba aja dulu gue gak lepasin lo akan gue jamin lo gak akan begini." Kata Davin dengan penuh kasih sayang. Bisa terlihat dengan jelas bahwa Davin memang sayang Killa.
"Diem ya. Jangan sampai babang tau, nanti dia akan marah. Lo mau orang yang bikin lo nangis begini abis sama babang? Gak kan. Lo gak mau babang balik nyakitin orang itu kan?" Davin memberi penjelasan. Jika bang Fauzan tau maka dia tidak akan memberi ampun pada orang yang membuat adiknya seperti ini.

PRESTIGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang