Fandy uring-uringan sendiri saat ini. 6juta ludes diserot Karin. Cewek itu sangat cocok jadi lintah darat. Semalem karena Karin marah, dan kebetulan duit Aldo abis lebih tepatnya belum ditransfer bokap akhirnya uang Fandy di ATM tersedot sia-sia hanya untuk membeli bulu mata untuk Karin. Entah itu bulu mata produk apa sampai mahalnya melebihi harga celana dalam.
No problem, yang penting hari senin ini dia akan membuat Killa semakin cinta dan tersipu.
Menurut Fandy, ini sih tidak begitu romantis ya terkesan biasa membawakan coklat dan bunga mawar. Tapi bukan itu sejatinya, tapi pengorbananya. Jam 1 malam Fandy baru pulang karena mencarikan sesuatu yang cocok untuk Killa.
Plaza yang luasnya sehahaha dia putari sampai Karin ketiduran menunggunya. Itu demi Killa. Walaupun agak mengecewakan hanya dapet coklat berbentuk love yang besarnya satu buku paket geografi tapi ya lumayan.
Lagian Killa itu tipe-tipe ambigu. Sampai sekarang dia belum tau apa yang begitu Killa sukai selain tidur ngomel dan ngambek. Dan itu yang membuat Fandy plin plan mau memberi hadiah kejutan apa.
Dia tidak mau salah pilih, seperti yang sudah-sudah katika Killa dibelikan boneka dan diajak romantis di rumah pohon dia malah mengejeknya padahal Fandy ingin romantis dan akhirnya malah kacau.
"Finish." Fandy menaruh sisirnya di nakas. Penampilannya selalu keren, bukan memuji diri sendiri tapi memang kenyataannya dan Fandy akan lebih kejam lagi jika dia membohongi diri sendiri.
Masih jam 6, masih saatnya untuk santai berangkat sekolah. Tapi dari pada rencana gagal mending Fandy mengalah. Rencananya hari ini Fandy akan menaruh coklat di meja Killa dan pura-pura tidak berangkat sekolah setelah itu muncul memberinya surprise sambil memberi bunga dan bernyanyi untuknya di depan kelas. Ya romantis semoga berhasil dan semoga Killa juga bisa menghargai keromantisan ini.
"Fandy."
Langkah Fandy terhenti ketika mama menyebut namanya. Dia menoleh.
"Ada perlu?"
"Jangan lupa jemput Alika ya." Katanya sambil senyum.
Fandy mengangguk. Hanya imitasi, mengangguk bukan untuk menjemput Alika. Tapi dia sengaja mengangguk untuk berbohong. Ya bilang saja akan menjeput Alika tapi aslinya tidak biar mama tidak cerewet.
***
Sampai saat ini Kevin masih setia datang ke rumah Killa setiap pagi untuk berangkat ke sekolah dengan dirinya.
"Bang, Killa mana?" Kevin meraup kacang di toples ruang tamu dan duduk di samping abang Killa.
Namanya juga sudah akrab, satu tim sakteboard. Tingkah seperti sudah biasah. Masuk rumah nyomot cemilan bukan hal yang salah untuk Kevin lakukan. Sudah kelewat kenal.
"Adek gue balik ke Bandung." Tutur Fauzan.
"Hah?"
Sebelum pindah ke Medan mereka berdua memang tinggal di Bandung bersama orangtuanya, alasan pindah ke Medan juga karena ingin move on dari Davin.
Fauzan mengangguk.
"Sejak kapan bang? Kok Killa gak bilang sama gue? Dia ke Bandung sama siapa ngapain?"
Tanya Kevin dengan beberapa pertanyaan. Jujur saja Kevin jelas khawatir, dia kan mencintai Killa.
"Lah emang lo siapanya adek gue pake harus bilang segala."
Kevin menelan ludahnya, skak mat. Memalukan.
Suara deru kaki berjalan menuruni tangga membuat tatapan Kevin tertarik melihatnya. Killa berjalan dengan cepat menuju arah mereka.
"Killa." Kevin tak percaya. Katanya gadis itu berada di Bandung tapi kenapa dia sekarang berada di hadapannya. Ah virus Killa sudah membuat Kevin jatuh gila. Saking tidak terimanya ditinggal Killa ke Bandung dia sampai halusinasi.
"Vin, gue mau ngomong."
Tidak ada jawaban, Kevin justru bengong. Ketampananya sudah turun beberapa derajat karena menampakkan wajah oon tadi.
"Vin." Killa sedikit berteriak.
"Eh iya." Jawab Kevin gelagapan.
"Katanya lo ke Bandung. Berarti babang bohong?" Tatapan Kevin beralih pada Fauzan, dia geleng kepala sabil menaikkan bahunya tanda tidak tahu ini semua perintah Killa.
Memang benar ini semua perintah Killa, dia yang menyuruh abangnya untuk bilang kepada siapapun bahwa jika ada yang mencarinya bilang saja Killa berada di Bandung.
"Ini ada apa Killa."
Killa tidak menjawab, dia langsung menarik tangan Kevin ke taman belakang.
"Bantuin gue Vin." Killa meneteskan air matanya begitu sampai di taman belakang.
Ah Kevin sama sekali tidak tau, dia dibuat bingung pagi ini dan demi apa bukan Kevin yang menciptakan suasana ini. Ditambah sekarang Killa menangis tanpa sebab.
"Fandy lagi?" Tebak Kevin, dia sekaan tahu semuanya, tahu bahwa tidak ada hal lain yang bisa membuat Killa menanggis selain sakit hati pada Fandy.
Ya, Kevin akui Fandy tajir, putih, mancung lebih tampan darinya SEDIKIT tapi tetap lebih keren Kevin menurutnya. Fandy anak band dan Kevin anak skater ya lebih keren Kevin, katanya. Tapi ya bukan berarti Fandy bisa seenaknya sendiri menyakiti Killa.
"Tolong sembunyiin gue." Kata Killa pelan sambil menunduk.
"Sembunyiin?"
"Tolong buat gue hilang."
Kevin geleng kepala. Kata-kata Killa membuat Kevin jadi emosi. Tiba-tiba ingin marah begitu saja.
"Maksud lo apa sih?" Kevin sidikit menaikkan nada biacaranya. Dia tidak suka permintaan konyol Killa.
"Kenapa? Ngomong yang jelas."Tidak biasanya Kevin seperti ini, biasanya dia selalu lembut kali ini dia justru tegas.
"Jauhin gue dari Fandy."
"Elaah, apa lagi sih." Kevin garuk kepala.
"Kok lo marah sih." Killa mengusap air matanya. Kevin berbeda, mungkin dia lelah hanya di tempatkan di posisi pelampiasan ketika peran utama tidak ada. Kemudia ketika pera utama kembali dia tidak berguna.
"Mau kamu apa?"
Killa menceritakan semuanya pada Kevin. Tentang hari minggu dimana mama Fandy datang dan tentang rencana awal mulai menjauhi Fandy. Semoga saja ini yang terbaik.
Killa rasa Kevin bisa dipercaya, selama ini dia tidak pernah berkhianat pada Killa.
"Lo mau pura-pura ke Bandung untuk menghindari Fandy?"
Killa mengangguk.
"Kalau Fandy nyusulin kamu ke sana?"
Itu yang Killa takutkan, kemungkinan besar Fandy akan melakukannya karena Killa pergi ke Bandung tanpa alasan dan tanpa berpamitan.
Killa tidak bisa menjawab. Kevin mendekatinya dan mencoba membuat Killa diam.
"Dengan pura-pura ke Bandung Fandy akan jauh dari gue."
"Apapun yang diawali dengan pura-pura itu gak baik."
Kevin benar, dia benah lagi lagi benar. Lalu Killa harus bagaimana sekarang.
"Pikirin cara lain Killa. Sampai kapan lo mau pura-pura ke Bandung? Gimana sekolah? Apa lo mau ngumpet di rumah terus-terusan?"
Killa menggeleng. "Kalau Fandy udah terbiasa tanpa gue, di situ gue akan muncul kembali." Lirih Killa.
"Akan muncul kembali kemudian membuat Fandy mendekat lagi?"
"Kalo gitu gue akan benar-benar pindah."
Kevin menggengam tangan Killa. Rencana ini tidak benar. Bukan hal yang baik jika dilikirkan ke depannya. Killa akan salah.
"Ini bukan yang paling baik dari yang terbaik. Lo salah Killa. Cinta itu gak bisa didekati dijauhi."
"Gue harus gimana?" Killa menunduk, tidak ada penolakan tangannya di pengang Kevin erat.
"Kayaknya lo harus jadi pacar gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRESTIGE
Random#495 dalam Teenfic 29/02/2018 #312 dalam Random 11/06/2018 Fan, gue sama sekali gak punya keinginan untuk merasakan sakit hati. Tapi entah mengapa semua sikap lo membuat hati gue berkenalan dengan perih. Gue pengen bilang sesuatu, ini tentang kita...