Masih di hari yang sama ketika Lena mengikuti fansign GENOCIDE, setelahnya gadis itu singgah ke restoran yang ada di dalam Mal. Sambil melompat kegirangan, Lena mendekati sebuah meja bundar di dekat kaca etalase yang diduduki oleh gadis berpenampilan seperti seorang Rocker dan seorang cowok yang sedang asyik bermain game di ponselnya.
"Udah?" seperti dikomando, Rona dan Bara bersamaan bertanya ketika Lena sudah bergabung dengan mereka.
"Udah dong!" jawab Lena riang. "Audisi lo gimana, Ron? Lancar?"
"Nihil." Bara langsung menyela ketika Rona baru saja ingin membuka mulutnya. "Kegagalan ketiga untuk bulan ini."
"Gue yang ditanya, bukan lo!" kesal Rona.
"Terlalu pahit buat lo, Pirang. Mending gue aja yang jawab."
"Kampret!"
Lena hanya menatap Rona tak enak meski sebenarnya dia sudah menebak sahabatnya itu pasti akan ditolak lagi. Lena bukannya berpikir kejam, dia hanya berpikir realistis. Lagipula Agensi mana yang akan menerima gadis yang sebelas dua belas mirip Avril Lavigne, rambut panjang bergelombang yang dicat pirang dengan wajah dingin yang hanya dihiasi eyeliner serta eyeshadow hitam, pakaian yang dominan warna hitam dan berbahan kulit sintetis, serta membawa sebuah gitar listrik yang sama sekali tidak melihatkan sisi feminin perempuan? Meski Rona masih terlihat cantik, tetapi jawabannya hampir tidak ada. Mengingat industri musik dewasa ini sedang marak merekrut para gadis cantik yang kelak akan dijadikan sebuah girlgroup, jelas sekali itu bukan sesuatu yang cocok untuk Rona yang jelas-jelas berpenampilan rocker dengan gitar listriknya. Dan Rona juga sama sekali tidak punya niatan untuk gabung bersama girlgroup.
"Gue turut berduka, Ron." Lena cemberut.
"Aelah, tong, Selo aja!" kata Rona santai, salah satu alasan kenapa Lena suka berteman dengannya. Gadis itu tak suka ambil pusing dengan segala sesuatu dan selalu bersikap sederhana, Lena suka itu.
"Jadi gimana lo sama Abang lo?" tanya Rona. "Udah ada kemajuan?"
"Dia udah banyak ngomong sih daripada pas terakhir kali gue ikut fansign." Lena membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah album yang sudah ditandatangani lalu memberikannya pada Rona.
"Bagus dong." Rona mengambil album itu dan membukanya untuk melihat beberapa tanda tangan serta note yang diberikan member GENOCIDE untuk sahabatnya. Setiap selesai fansign, Rona selalu memeriksa album milik Lena untuk melihat perkembangan apa yang terjadi diantara Dimilo bersaudara.
"To pretty Bethalena. Aku suka semangat kamu, terus semangat! Btw kamu cantik. " Rona membaca tulisan yang ada di pinggir sebuah gambar seorang member GENOCIDE yang tidak dia ketahui namanya.
"Bisa banget modusnya." Bara mencibir, meski tangannya masih sibuk menari-nari di atas ponsel.
"Itu pasti Kak El." tebakLena tergelak, yang kemudian mendapat anggukan dari Rona setelah dia melihat sebuah tanda tangan di pinggir note itu.
"Berikutnya!" Rona berseru sembari membuka halaman berikutnya yang menampilkan gambar seorang lelaki sedang memetik gitar akustik. "To Lena. Let's be happy together!"
"Itu dari Kak Dio." Rona lagi-lagi hanya membalasnya dengan anggukan, kemudian lanjut membaca di halaman lainnya. "Teruntuk Lena. Semoga apa yang lo mimpikan dapat terwujud. Semangat, kak! Btw gue tetap lebih muda setahun dari lo."
"Ini yang lo bilang adek kelas lo waktu SMA itu, kan?"
Lena mengangguk. "Iya, Arkadinata. He's a drummer with nice body. Nyesal gue nggak pacaran sama dia pas SMA."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPHABET [TAHAP REVISI]
Teen FictionSepasang saudara yang terpisah karena sifat mereka yang bertolak belakang. Alpharel Dimilo atau yang biasa disapa Farel adalah anak sulung keras kepala dan pembangkang, sedangkan adiknya Bethalena Dimilo adalah seorang anak yang penurut. Namun ked...