3. Boy In Luv

1.2K 164 32
                                    

Kioki melototi ponselnya, menurut Arka , tatapan itu seolah mampu mengeluarkan leser yang berpotensi untuk membelah ponselnya jadi dua. Sudah seminggu setelah Kioki memberikan nomor teleponnya ke Lena, tapi tidak ada tanda sama sekali dari gadis itu. Apa itu artinya dia ditolak? Mengenaskan, padahal itu kali pertama Kioki mendekati cewek.

"Ah, tauk ah!" Erangan kesal keluar dari mulut Kioki dengan keras. Cowok itu mencampakkan ponselnya ke atas meja rias, kemudian beranjak dari kursi itu dengan frustasi.

"Kenapa lo, bang?" Arka bertanya mewakili semua orang yang ada di ruang tunggu GENOCIDE yang kaget sekaligus bingung dengan tingkah lelaki itu.

"Bosan"

Jelas dia berbohong. Semua member GENOCIDE, bahkan para staff sekalipun tahu Kioki memang tipe orang yang gampang bosan, tapi dia selalu melakukan segala hal yang dapat menyibukkan dirinya sendiri sehingga melupakan kebosanannya. Tidak seperti sekarang, seolah dia kehabisan akal untuk melakukan sesuatu dan justru kesal karna bosan. Jelas sekali dia berbohong, Kioki tak akan begitu.

"Ya lo ngapain kek gitu, main bottle flip kek, nyanyi kek apa kek, supaya nggak bosan"

"Iya. Ini juga mau main" Ujar Kioki galak sambil meraih sebuah botol berisikan air yang tinggal setengah. "Bawel amat"

"Lo kenapa sih, bang? Pms lo ya? Hari pertama? Nyeri banget emang perut lo?"

"Bacot, Arkadinata"

Arka menghela nafas jengah, mengerti kenapa Kioki bersikap begini. "Paling dia nanti datang ikut ngonser. Udah lah lo santai aja, hari ini lo pastiin dapat nomor hapenya beneran. Lo samperin terus minta langsung kalo perlu"

"Kesel juga gue liat lo kayak orang sakit jiwa, gelisah sana gelisah sini nungguin telpon dari Lena. Bisa-bisa gue yang jadi gila, Bang" Lanjut Arka. Kioki tak menggubrisnya, cowok itu mulai menyibukkan diri dengan memainkan bottle flip seperti saran Arka.

Namun usahanya untuk teralihkan dari pikiran tentang Lena sia-sia, setiap kali dia melemparkan botol, botol itu tak pernah berdiri dengan sempurna. Itu malah membuatnya lebih gusar. Pandangan matanya berulang kali melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja, sedikit berharap setidaknya ada sebuah missed call dari nomor yang tidak dikenal, Lena misalnya. Sampai akhirnya dia menyerah dengan bottle flip dan beralih mendekati keyboard di ujung ruangan dan berlatih sekadarnya untuk konser perdana nanti. Tapi Kioki tetap saja curi pandang ke ponselnya. Lena benar-benar membuatnya frustasi.

"Ah! Bodo amat ah!" Kioki menghentakkan kakinya, lantas berjalan mendekati meja rias. "Bodo! Bodo! Bodo!"

"Amat! Amat! Amat!" Elvin menyahut dari sofa dengan tawa yang tertahan. Entah kenapa dia melihatnya lucu.

"Diam, Bang!" Ujar Kioki sembari mengambil ponselnya lalu membuangnya ke dalam tong sampah yang untungnya hanya berisikan sampah kering berbahan plastik. Jadi bisa dipastikan ponselnya baik-baik saja.

"Wuih orang kaya, iPhone dibuang-buang" Sindir Farel sambil melirik Kioki dari pantulan bayangan cowok itu di cermin, karna sekarang dia sedang dirias.

"Bacot"

"Bilang apa barusan?"

"Bacot"

"Bilang sekali lagi gue pelintir leher lo, dugong"

Kioki menghela nafasnya kesal, entah kenapa tiba-tiba dia seperti terserang PMS alias pre menstruation syndrome, apa-apa bawaanya kesel aja. Atau mungkin, pre Bethalena syndrome, karna dia frustasi sebab belum dihubungi gadis itu. Bisa jadi. "Gue keluar bentar, cari udara segar"

ALPHABET [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang