22. FOOLS

461 80 6
                                    

Selesai makan siang, Lena membantu Mama Kioki mengelap piring yang sudah dicuci dan menyimpannya di dalam lemari. Suasana mendadak canggung setelah Kioki membicarakan perihal 'tidak pacaran' di depan keluarganya. Tidak ada lagi yang membahas pernikahan dan keinginan menimang cucu dan cicit segala macam, semuanya bungkam. Bahkan, entah kenapa, Kioki dan Lena tidak saling bertatapan setelah itu.

"Lena, terimakasih, ya." Ucap Mama Kioki setelah meletakkan piring terakhir yang dicucinya ke dalam keranjang.

Lena menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Nggak perlu berterimakasih, Tante. Ini memang udah kewajiban anak gadis 'kan?"

"Bukan, bukan makasih karna bantuin cuci piring."

"Jadi?"

"Terimakasih karna udah bawa Luki pulang." Senyum terbit di bibir wanita paruh baya itu, meski kerutan sudah nampak samar-samar di area matanya, nyatanya dia tetap terlihat cantik, seperti Kioki versi wanita, menurut Lena. "Selama ini dia nggak pernah mau pulang, karna dia nggak mau ketemu sama Mama."

"Luki tipe orang yang susah melupakan, susah memaafkan." Lanjut Mama Kioki setelah menghela napas cukup berat. Lena hanya mendengarkan dalam diam.

"Dan susah menerima kenyataan." Tambahnya dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Kioki bukan orang yang kayak gitu." Lena berucap hati-hati. "Kioki itu orangnya hangat, periang, dan peduli. Aku yakin dia nggak seperti yang Tante pikirkan."

Mama Kioki kembali menarik senyumnya. "Luki memang orang yang baik dan selalu hangat ke semua orang, seperti yang kamu bilang. Dia cuma bersikap dingin dan keras hanya ke Mama."

"Anak itu, masih nggak bisa terima posisi Papanya digantikan oleh orang lain. Dia masih nggak bisa move on." Kini senyuman Mama Kioki sedikit dipaksa, Lena bisa melihatnya dengan jelas, ditambah lagi dengan matanya yang berembun. "Mama tahu, kehilangan orang yang kita cintai adalah kesedihan yang menyakitkan. Namun kita tetap harus bangkit. Mama berusaha bangkit dan berhasil. Tapi Luki enggak. Dia memilih untuk tetap tenggelam dalam kesedihan itu."

🚧ALPHABET🚧

Menghabiskan waktu bersama keluarga Kioki memang menyenangkan, bagian terfavorit Lena adalah ketika dia berkebun bersama Oma, Mama Kioki dan Lala, sedangkan para lelaki memancing di empang dekat kebun. Lena dan Kioki memang melakukan kegiatan secara terpisah, tapi mereka masih bisa curi-curi pandang dan kemudian tersenyum canggung ketika saling bertatapan. Ada sesuatu yang mengganjal dan tidak terdefinisikan di hati mereka.

Sepulang dari kebun, matahari sudah hampir terbenam dan mereka berdua memutuskan untuk kembali ke Jakarta sebelum gelap. Kioki dan Lena terlebih dahulu berpamitan dengan Oma dan Opa, mereka memberikan buah hasil panen tadi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang. Mereka memberikan pelukan hangat kepada Kioki dan Lena, kemudian langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan anak dan cucunya di depan pintu.

"Makasih udah mau datang, Luki dan nak Lena." Ucap Ayah Kioki sambil tersenyum. "Sering sering ya ke sini."

Lena hanya mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban dari permintaan lelaki paruh baya itu, sedangkan Kioki hanya diam tak bergeming.

Senyum tipis terbit di bibir Mama Kioki, tangannya bergerak meraih milik anak sulungnya dan menggenggamnya dengan hangat. Kioki tersentak, awalnya dia ingin melepaskan, tapi kehangatan sudah terlanjur menyentuh ruang kosong di hatinya. Nyaman.

"Kami akan pergi dari sini, seperti yang kamu mau." Ucap wanita paruh baya itu lirih. "Tapi nggak sekarang, mungkin nanti ketika Ayahmu punya kerjaan yang tetap."

ALPHABET [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang