Dengan hati-hati Lena menutup pintu kamarnya agar tidak menimbulkan suara yang memungkinkan untuk didengar oleh Mami dan Papi Dimilo. Semenjak menginjak rumah malam tadi, Lena sengaja menyembunyikan batang hidungnya dari sang Papi karna sadar dengan kesalahan yang sudah diperbuatnya. Pagi ini dia memutuskan untuk melarikan diri sebelum anggota keluarganya bangun. Gadis itu mengendap-endap melewati pintu kamar Chrisdy yang kebetulan bersebelahan dengan kamarnya, sampai akhirnya dia berhasil menuruni anak tangga terakhir tanpa menimbulkan suara sedikitpun.
Baru saja Lena bernafas lega, sesuatu menyentuh puncak kepalanya dengan hangat. "Mau kemana kamu?"
Sekujur badan Lena praktis dibuat kaku. Seolah dipaku, Lena tidak bisa menggerakkan tubuhnya bahkan untuk membuka mulut saja dia tak mampu. Apa dia tertangkap basah oleh Papinya? Eih, dia bahkan belum melangkah keluar rumah.
"Dek, abang nanya loh" Lena menghela nafas lega, lantas memutar badannya menghadap Chrisdy yang ternyata adalah pemilik tangan di atas kepalanya itu.
"Aku mau kabur, abang jangan kasih tau ya. Kalo Papi nanya bilang aja nggak tau, bilang aja abang nggak ngeliat aku sejak pagi. Oke?"
Chrisdy terkekeh, kemudian tangannya pindah mencubit pipi Lena. Pertanyaan iseng keluar dari mulutnya. "Mau kabur kemana? Kok nggak bawa kopor?"
"Aku nggak minggat, abang. Aku cuma kabur aja dari Papi, nanti malam aku bakal pulang kok pas Papi Mami udah tidur" Jelas Lena dengan suara yang menyerupai bisikan. "Jadi kalo Papi tanya bilang aja abang nggak tahu"
"Kenapa? Kamu takut Papi marah karna kemarin nggak nurutin dia?" Lena langsung menjawab dengan anggukan, tapi bola mata gadis itu sibuk mengawasi sekitar, takut orangtuanya muncul tiba-tiba.
"Nggak perlu takut. Kan abang udah bilang, abang yang tanggung jawab kalo Papi marah. Abang bakal jelasin semuanya"
"Apa abang bisa dipercaya?" Lena bertanya dengan spontan, membuat alis Chrisdy tersentak karna tidak menyangka dengan pertanyaan itu. Namun cowok itu buru-buru menjawab dengan yakin.
"Tentu abang bisa dipercaya!"
"Oke," Lena manggut-manggut tanpa menaruh sebutir rasa curiga terhadap abangnya. "Aku pergi dulu kalo gitu. Dah~~~"
Chrisdy hanya tersenyum memandangi punggung Lena yang menjauh dan akhirnya menghilang di telan pintu. Cowok itu menatap arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, kemudian berdecak sebal sebelum memasukkan tangannya ke dalam saku celana dan beranjak pergi.
🚧 A L P H A B E T 🚧
"Ah, aman" Lena mengelus dadanya, kemudian tersenyum dan melangkah dengan riang menjauhi gerbang utama rumahnya. Sejujurnya dia juga tidak tahu harus berjalan kemana sepagi ini. Tidak ada tempat tujuan. Menelepon Rona pun rasanya sia-sia, gadis itu pasti belum bangun dari tidurnya. Bagaimana kalau mengajak Bara nongkrong di warung kopi?
Ah, tidak tidak. Bara sama saja dengan Rona, tidak pernah bangun pagi. Cowok pecinta kafein itu selalu tidur larut malam, bahkan subuh, dan bangun ketika matahari sudah tinggi. Lantas Lena harus mengajak siapa? Jangankan dengan siapa, ingin kemana saja dia masih belum tahu.
Karna terpikir tentang Bara, Lena tiba-tiba jadi ingin minum kopi. Warung kopi yang menjadi favoritnya berada di dekat kampusnya, Lena sering kali nongkrong di sana bersama ketiga sahabatnya. Tapi itu dulu, beberapa bulan lalu sebelum sidang.
Ketika Lena hanyut di dalam pikirannya sendiri, seseorang menarik ujung baju Lena seolah menyuruh gadis itu untuk berhenti. Lena yang awalnya kaget lantas memutar badannya dan langsung berhenti melangkah ketika mendapati seorang anak laki-laki kecil berpipi tembem mengenakan seragam merah putih sedang menarik ujung bajunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALPHABET [TAHAP REVISI]
Teen FictionSepasang saudara yang terpisah karena sifat mereka yang bertolak belakang. Alpharel Dimilo atau yang biasa disapa Farel adalah anak sulung keras kepala dan pembangkang, sedangkan adiknya Bethalena Dimilo adalah seorang anak yang penurut. Namun ked...