45.

301 44 2
                                        

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Lena, Rona, dan Bara akhirnya diwisuda setelah hampir 3 bulan selesai sidang. Penantian panjang akhirnya terbalaskan. Lena tahu, di antara mereka bertiga hanya dirinya yang benar-benar berniat menjadi dokter. Tapi itu tak menutup kemungkinan bahwa kedua temannya kelak juga akan menjadi dokter yang hebat. Lena yakin, mereka bertiga akan menjadi dokter yang hebat, yang kelak akan membuktikan pada Sang Ayah bahwa ini adalah pilihan yang benar, yang kelak akan mengalahkan kehebatan Ayahnya sendiri, dan yang kelak akan membuktikan ke seorang gadis bahwa gadis itu adalah penyebab dia menjadi seorang dokter yang hebat. Lena yakin.

Lena menarik senyumnya dengan lebar, merangkul masing-masing lengan sahabatnya dengan sayang. Kepalanya tertoleh memperhatikan Bara yang berdiri di sebelah kanannya yang terlihat gagah mengenakan baju toga, laki-laki itu tersenyum melihat ke kamera. Lena menolehkan kepalanya ke sebelah kiri, memperhatikan Rona di dalam baju toga dengan rambutnya yang masih berwarna merah. Rona tersenyum menatap Lena, kemudian memutar kepalanya menatap kamera. Lena melakukan hal yang sama sembari mengeratkan rangkulan tangannya di lengan kedua sahabatnya.

Cekrek....

"Ih! Bunda juga mau ikut tau!" Keira langsung menyelip di antara Lena dan Rona, merangkul kedua gadis itu dengan sayang. "Ayo mas, fotoin lagi." katanya kepada Daniel yang memegang kamera.

Daniel menurut dengan senang hati. Laki-laki paruh baya bermata biru itu memang sejak awal mengabadikan momen wisuda Lena dengan kameranya, dimulai dari merekam Lena yang baru datang bersama Rona dan Bara, kemudian mereka duduk di kursi tengah, berjalan ke atas panggung dan berfoto bersama dengan teman seangkatannya. Daniel merekam semuanya, seolah Lena adalah anak kandungnya. Lantas, bagaimana dengan Zidan?

Jangan ditanya. Dia sudah pasti tidak akan datang, pun Lena tak menginginkan kehadirannya.

"Sini Om, biar gantian aku yang fotoin." Bara memisahkan diri, berjalan mendekati Daniel. "Giliran Om lagi yang masuk di frame."

Daniel tersenyum, lantas memberikan kameranya ke Bara. "Thank you, Bara."

"No problem."

Rona melepaskan lengannya dari Keira, berniat memisahkan diri karena tidak mau mengganggu sesi foto keluarga Lena. "Kalo gitu, aku mau ke tempat Papa dulu, ya." kata Rona, melirik laki-laki paruh baya berpakaian kemeja rapi yang sedari tadi mengobrol dengan beberapa laki-laki yang seumuran dengannya sambil sesekali melirik ke arah Rona. Rona tahu Ayahnya itu paling tidak suka mengobrol dengan orang yang tidak begitu dekat dengannya, makanya laki-laki itu seperti memberi kode kepada anaknya untuk segera melakukan misi penyelamatan.

Setelah mendapat anggukan, Rona langsung berjalan mendekati Ayahnya sambil menyempatkan diri melirik ke arah Bara yang sedari tadi tidak berbicara sepatah katapun padanya.

"Oke, liat ke kamera." ucap Bara sambil memfokuskan lensa ke keluarga kecil bahagia itu. Ketiga bibir itu secara otomatis langsung mengukir senyum. Daniel merengkuh Lena dengan sisi kepala yang menempel di topi toga. Keira memeluk erat sang anak dari samping. Lena meletakkan tangannya di masing-masing pinggang Daniel dan Keira. "1...2...,"

Cekrek...

"Lagi dong." pinta Lena, Bara mengangguk dan kembali berhitung.

"1...2...,"

Cekrek....

Lena menyentakkan kepalanya, gadis itu yakin kedua matanya pasti terbuka lebar di dalam frame saking terkejutnya karena Keira dan Daniel langsung mengecup pipi Lena tanpa wanti-wanti terlebih dahulu.

"Happy graduation, cupcake." bisik Daniel dengan lembut penuh cinta. Lena merasakan sesuatu yang hangat mengaliri jantungnya, nyaman.

Lena langsung memeluk Daniel, senyuman lebar terbit di bibirnya. "Thank you, Daddy."

ALPHABET [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang