Siang itu hujan deras. Sangat deras. Hampir seluruh siswa-siswi di sekolah itu tidak bisa pulang.Mereka memilih berdiri di koridor atau duduk didalam kelas sembari menunggu hujan reda.
Sama halnya dengan Gania. Ia berdiri didepan sekolahnya menunggu hujan reda.
Hatinya sedikit gelisah. Sesekali ia melirik jam tangannya untuk melihat jam berapa sekarang.
Ternyata sudah 20 menit waktu yang terbuang sia-sia menunggu hujan yang deras itu reda. Meski pun ia suka dengan hujan, tapi ia tidak suka dengan hujan yang beritme deras.
"Kapan hujannya reda?"
Gania menghembuskan nafasnya pelan. Lalu ia menyandarkan punggungnya ketiang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
Gania menyempatkan matanya melihat sekitarnya. Ternyata masih banyak yang menunggu hujan sepertinya.
Tiba-tiba ia teringat dengan janjinya kepada sang ibu bahwa sepulang sekolah akan menyusulnya ke pasar.
"Ya Allah! Gue kan mau jemput ibu di pasar!"
Gania mulai kebingungan. Hujan semakin deras. Bagaimana caranya ia menyusul sang ibu di pasar? Pasti ibunya sudah menunggunya lama disana.
"Aduh, gimana ni?" Gania menggigit jari-jari kukunya.
"Terobos aja kalik ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Ia pun melangkahkan satu kakinya kedepan hingga air hujan pun mengenai kakinya. "Ah! Hujan deres banget lagi."
Ia pun kembali menjauhkan kakinya dari air hujan itu.
"Maafin, Gania ya, buk."
Dengan sangat terpaksa, ia pun lebih memilih hujan reda dulu sebelum menyusul ibunya di pasar.
Dua puluh menit kemudian. Ia sudah lelah menunggu hujan yang belum reda. Bahkan satu persatu siswa disekitarnya sudah banyak yang pulang karena sudah dijemput atau pun dengan nekat menerobos hujan sederas itu.
"Kasian ibu kalau nunggunya lama," ucapnya khawatir. "Gak apa-apa deh. Demi ibu."
Setelah berpikir selama lima menit, ia pun dengan pasrah menerobos hujan deras. Meski ia tahu setelah terkena hujan ia akan mengalami demam. Tapi demi ibunya, ia akan melakukan apapun deminya.
Namun saat ia hendak berlari menerobos hujan, ia merasa sebuah tangan kokoh menahan lengannya. Ia pun menoleh kebelakang dan terdapat seorang cowok yang hampir memutuskan pergelangannya tadi berdiri tepat dibelakangnya.
"Hujannya masih deres," ujar Keenan.Ya, cowok itu Keenan. Ia sudah dari tadi berada tepat dibelakang Gania. Hingga akhirnya ia melihat Gania hendak menerobos hujan dan ia segera menghalanginya.
"Kalau sakit gimana? Nyusahin orang tua lo kan?" Tanya Keenan. "Lo gak kasian apa sama orang tua lo di rumah?"
Gania diam. Ia masih belum sadar bahwa tangan mereka berdua masih belum terlepas.
"Terus kalau lo sakit, gue gak bisa ngeliat lo di sekolah. Dan gue, gak mau kalau sampai itu terjadi."
Gania menatap cowok itu dengan lekat. Apa maksudnya coba mengatakan perkataan seperti itu?
Tatapannya pun sekarang teralihkan kebawah, dimana tangannya masih dipegang oleh Keenan.
"Lepas!" Dengan sekali hempasan, tangan Gania pun sudah terlepas dari pegangan Keenan.
Keenan mendecak kesal. Ia binggung dengan tanggapan Gania yang seakan tidak suka dengannya. Apa mungkin Gania masih marah karena tadi ia menyakitinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]
Fiksi RemajaKepindahannya kesekolah milik ayahnya sendiri membuat Keenan tak sengaja bertemu dengan siswi bersuara merdu disana. Kejadian itu membuat Keenan sangat penasaran dengan siswi itu. Awalnya hanya ingin mengetahui namanya yaitu Gania. Setelah mengetahu...