Chapter-53

97.2K 4K 19
                                    


Sungguh!

Gania sama sekali tidak bisa istirahat di kamarnya. Ia terus aja memikirkan Keenan yang tak berpenghujung dalam otaknya.

Kapan sesosok bernama Keenan itu akan pergi dalam hidupnya?

Ah, baiklah. Mungkin Gania harus mencari udara segar. Ia harus meminum sedikit cappucino agar otaknya kembali normal.

Seperti sekarang, Gania memarkirkan mobilnya dalam area parkiran sebuah cafe. Setelah memastikan mobilnya aman, ia pun segera turun dari mobilnya itu.

Gania menurunkan kaca matanya bertengker manis diatas kepalanya. Matanya terasa silau akibat cuaca sore yang terik. Meski
pun tidak seterik siang tadi.

Setelah memastikan semua barangnya ada dalam tasnya, Gania melangkah pelan menuju pintu cafe tersebut.


Langkah Gania terhenti. Ia ingat dengan cafe ini. Cafe di mana dulu Tyas mengajaknya kesini dengan alasan sendirian di rumah.

Dan di cafe inilah Gania bertemu dengan Glen setelah 3 tahun berpisah.

Gania tertawa kecil. Jika saat itu ada Glen, sudah pasti ada Keenan.

Fyuh... selalu ada Keenan di setiap tempat yang ia datangi.

Gania pun melanjutkan lagi langkahnya. Ia membuka pintu cafe tersebut hingga menimbulkan suara lonceng akibat terbentur bagian sisi atas pintu.

Tak ada yang berubah dalam cafe tersebut. Masih sama dengan keadaan pertama kali Gania datang kesini.

Gania jadi rindu dengan Tyas. Kemana sahabatnya itu setelah lulus? Apa masih berada di Indonesia atau di luar negri?

Karena Gania masih ingat dengan perkataan Tyas yang sangat-sangat ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita yang sangat mulia.

Bukh...

Gania terkejut dan langsung mengusap bahunya yang terkena senggolan seseorang.

"Eh, sorry. Gue gak sengaja."

Gania menangguk pelan. Ia tidak bisa menyalahkan seseorang yang menyenggolnya barusan.

Salah dirinya juga berdiri didepan pintu cafe tersebut.

"Ah, iya gak papa. Gue juga sa--"

Saat Gania mengangkat wajahnya ingin melihat orang itu, ternyata orang itu telah menghilang dari sisinya. Ia pun melirik kekanan dan kekiri untuk mencari keberadaan orang tersebut.

"Lah, orangnya mana?" Gumamnya pelan.

Gania membalikkan tubuhnya, menghadap kearah pintu depan kembali. Lagi-lagi matanya melirik kearah sekitar pintu itu, ternyata tidak ada tanda-tanda ada orang yang menyenggolnya.

Ah, udahlah! Batinnya.

Sejurus kemudian Gania kembali membalikkan tubuhnya. Dan lagi-lagi ia dikejutkan oleh seseorang.

"Ada yang bisa saya bantu, mbak?"

Gania menghembuskan nafasnya pelan. Jantungnya terasa akan lepas begitu saja mendengar suara pelayan yang menanyakannya.

"Masih ada tempat kosong?" Tanya Gania.

"Untuk berapa orang, mbak?"

"Satu aja."

Pelayan itu mengangguk, lalu mengajak Gania untuk mengikutinya dari belakang.

"Silakan, mbak!" Ucap pelayan setelah sampai dikursi kosong.

Gania pun duduk dikursinya, kemudian kembali melirik kearah sekitar kursi yang didudukinya. Bangku yang berhadapan dengan jendela yang otomatis menampakkan pemandangan diluar sana.

Cukup bisa membuat hatinya tenang dan semoga saja saat ini ia bisa melupakan Keenan sejenak. Meski ia tahu, itu sangatlah sulit.

"Mau pesan apa mbak?" Lagi-lagi pertanyaan pelayan membuat lamunan Gania membuyar.

"Ah, iya. Saya pesan cappucino hangat dan tiramisu satu," ucap Gania tanpa melihat kearah buku menu yang diletakkan oleh pelayan diatas mejanya.

"Cappucino hangat dan tiramisu satu." Pelayan itu mencatat pesanan Gania. "Ada lagi?"

"Udah, cukup! Terima kasih."

"Baiklah. Tunggu sebentar, mbak."

Gania mengangguk pelan dengan diiringi perginya pelayan itu dari hadapannya.

Tiba-tiba saja saat tangan Gania hendak menyimpan tas diatas meja, sebuah benda menyuri perhatiannya. Sebuah dompet kulit berwarna coklat tua berteker manis diatas mejanya.

"Dompet siapa nih?!"

Gania memandang dompet itu. Ingin mengambil dompet tersebut dan mencari pemiliknya, tapi ia ragu akan melakukan itu. Ia takut dianggap pencuri.

Ah, udahlah! Nanti kasih pelayan aja.

Akhirnya Gania memilih membiarkan dompet itu masih berada diatas mejanya. Jika nanti ada pelayan yang mengantar pesanannya, ia akan memberi dompet itu kepada pihak yang lebih wajib.

"Maaf, permisi. Dompet saya ketinggalan di meja ini."










*******





2 lagi ending, sabar yaaa

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang