Chapter-19

108K 5.1K 27
                                    

 

Suasana kelas yang sangat ribut membuat pusing dikepala Gania semakin menjadi. Apa lagi saat hendak duduk dibangkunya, ia melihat pertengkaran antara dua makhluk hidup lawan jenis yang entah apa yang pertengkarkan.

"Bodo amat!" Seru Tyas. "Yang penting gue cantik dari pada cewek baru lo yang sekarang. Haha..."

"Enak aja! Lo cantik dari mana kambing? Muka aja masih ada jerawatnya, ye....." seru Alvin tak mau kalah.

Tyas nampak geram dengan hinaan yang terlontar dari mantan terindahnya itu. Eh, salah bukan mantan terindah, tapi mantan terbiadab menurutnya.

"Eh, lo gak sadar apa? Meski pun gue jerawatan, masih banyak cowok yang ngantri jadi pacar gue," balas Tyas dengan angkuhnya. "Dulu aja lo ngejar-ngejar gue sampai mohon-mohon supaya gue mau pacaran sama lo."

Mendengar itu, Alvin gelagapan. Ia salah tingkah dengan ucapan Tyas yang sangat memohok hatinya.

"Lo..." kata Alvin tertahan dengan kesal menatap Tyas yang sedikit mencondongkan wajahnya kearah Alvin.

"Apa?" Seperti tak mau kalah, Tyas meninggikan suaranya.

"Kalian apaan sih ribut mulu? Kalau masih sayang balikan aja jangan beramten-berantem manja supaya salah satu dari kalian peka dong!"

"Diam!!!" Teriak Tyas dan Alvin bersamaan.

Gania terkejut dan memaku ditempat mendengar teriakan yang sangat-sangat menyeramkan.

Ya Allah, salah gue apa?




******
 



Karena tingkah bodohnya tadi, Gadis itu harus menelan cemohan-cemohan dari anak-anak yang tidak suka dengan gosip terhangat saat ini.
 
Kaum hawa menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dari ujung rambut hingga ujung kakinya.

Begitu cepatnya berita Keenan dan Gania berpacaran, membuat Gania menyesali perbuatannya.

Jika saja Gania tahu apa menjadi seperti ini, sudah pasti ia tidak akan melakukan itu.

Sebenarnya, Gania melakukan itu karena terpaksa saat melihat Glen. Ia terpaksa melakukan itu agar Glen mengira, kalau Keenan dan Gania itu memang benar pacaran.

Dan sialnya, Gania tidak melihat situasi dulu. Ia lupa jika mereka sedang berada di kantin. Yang otomatis banyak siswa-siswi berlalu lalang disana.

"Keenan. Lepasin ya tanganya?" Ucap Gania dengan nada selembut mungkin. Siapa tahu hati Keenan tersentuh karena nada bicaranya yang lembut.

Seperti sekarang, Keenan tidak segan-segan menjemputnya kekelas untuk pulang bersama. Tangannya pun mulai jahil dengan merangkul bahu Gania berjalan beriringan menuju tempat parkir, hingga tubuh mereka pun otomatis berdekatan.

"Kenapa harus dilepas? Biarin aja kali, biar dilihat so sweet gitu. Hehe..." Keenan menyengir kuda merasa tidak bersalah.

Gania mendesah pelan. "Malu dilihatin orang Keenan. Ah!"

"Malu gimana? Tadi di kantin aja gak malu. Kenapa sekarang disini malu?"

Gania terdiam. Pupil matanya kesana kemari untuk mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Keenan.

"Eh, an-anu Kee. Tadi... heh... tadi gue gak sengaja. Iya, gak sengaja." Gania masih berusaha melepaskan tangan Keenan dari bahunya.

"Oh, gak sengaja." Keenan memangut-mangut paham sembari mempererat pegangan tangannya dibahu Gania. "Tangan gue juga gak sengaja. Jadi boleh dong pegangan?"

lagi-lagi Gania tidak berkutip. Tidak ada alasan lagi yang akan ia gunakan agar Keenan menjauhkan tangannya dari bahu Gania.

"Apaan sih? Gak lucu!" Gania mulai pasrah dengan rangkulan tangan Keenan dibahunya.

Keenan terkekeh. Sangat lucu menurutnya melihat ekspresi Gania yang sedang kesal.

Aneh memang, tapi namanya juga sedang jatuh cinta. Iyakan? Haha...

"Jangan ketawa, ih!" Seru Gania semakin kesal mendengar suara tawa cowok disebelahnya itu.

"Haha... iya, iya. Gue gak ketawa lagi janji."

Mau tidak mau pun, Keenan berusaha menahan tawanya meski sedikit sulit karena Keenan tipikal orang yang mudah tertawa setiap melihat hal-hal yang menurutnya lucu.

"Kita pulangnya bareng-bareng temen-temen gue ya? Kita ke cafe bentar," ucap Keenan setelah berhenti tertawa.

Dahi Gania mengerut. Temen-temen? Pasti ada Glen dong. Batinnya.

"Mau gak?" Tanya Keenan membuyarkan lamunan Gania.

"Gue pulang duluan aja deh Kee. Ibu sendirian di rumah," tolak Gania dengan gelengan pelan.

"Kenapa gak mau? Ibukan lagi di pasar jualan," Tanya Keenan.

Gania membulatkan matanya. Bagaimana Keenan bisa tahu kalau ibunya sedang di pasar? Batinnya.

"Tahu dari mana ibu gue ada di pasar?"

"Takut ketemu sama Glen ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Gania, Keenan malah melontarkan pertanyaan yang sangat memenuhi otaknya. Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir Keenan. Sedari tadi, bibirnya geram ingin menanyakan perihal itu. Hanya saja, lidahnya terlalu kelu untuk melontarkannya.

Gania terdiam. Jantungnya berdegup kencang saat Keenan menanyakan itu.

"Eng-enggak kok. Siapa yang takut ketemu dia? Aneh banget," jawab Gania gugup.

Keenan tersenyum kecut. Ia tahu Gania berbohong. Kelihatan dari cara menjawabnya. Dan yang paling nampak adalah, Gania begitu menekankan kata 'dia' yang berarti Gania menyenali dia atau Glen.

Keenan sudah menanyakan hal ini kepada Glen, tapi jawaban Glen sama seperti Gania. Yaitu, tidak saling mengenal. Dan pastinya, Glen mengucapkan kata 'dia' yang berarti Gania dengan penekanan yang dalam.

"Beneran?" Tanya Keenan sekali lagi.

Lagi-lagi Gania terdiam. Ia berpikir keras supaya Keenan tidak mengetahui masa lalunya dengan Glen.

"Kalau gak percaya, gue bakal ikut." Titah Gania yang sudah berpikir elakan supaya Keenan tidak mengetahui rahasia besarnya bersama Glen.

Mendengar itu, senyum Keenan pun terlukis dibibirnya hingga membuat lesung dipipi kirinya terlihat sangat jelas.

"Nah. Gitu dong," kata Keenan tertahan. "Kan gue makin sayang."






********
 

Aku udah usahain update ni...yeaay🎉🎉🎉🎉
Yang kangen sama Keenan mana suaranya? Haha...

Btw, aku mau bilang terima kasih banyak yang sudah rela ngeluarin waktunya cuman buat baca cerita pertama aku di Wattpad
Ah, I love you so much guys😍😍😍

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang