Chapter-16

112K 5.4K 65
                                    


 Gania bernafas lega. Tangannya terulur untuk mengelus dadanya yang sedari tadi sedikit sesak, takut Keenan mengikutinya.

Sesekali pandangannya menoleh kebelakang untuk melihat siapa saja yang mengikutinya. Ternyata, Keenan percaya dengan ucapannya tadi.

Syukurlah. Batinnya.

"Akhirnya bebas juga dari Keenan."

Memang benar. Akhir-akhir ini ia merasa tidak tenang semenjak mengenal Keenan. Apa lagi Keenan dengan blak-blakkannya mengucapkan kata jika mereka berpacaran.

Bagaimana bisa pacaran? Mereka saja baru kenal, itu pun Keenan yang memaksa.

"Kata siapa bebas dari gue?"

Gania menegang. Ia tahu siapa pemilik suara ini. Ia pun menghentikan langkahnya dan berdiri mematung di tempat.

Pendengarannya semakin mendengar suara derungan motor. Ia yakin, Keenan semakin mendekat padanya.

"Kata temen kelas lo tadi gak ada tugas kelompok hari ini," ucap Keenan yang masih berada diatas motornya. "Emang kelas lo dimana sih? sampai temen sekelas lo aja gak tahu kalau sekarang ada tugas kelompok."

Gania menelan salivanya kasar. Untuk pertama kalinya ia merasa takut kepada seseorang. Ia pun dengan pelan, memberanikan diri menolehkan wajahnya menghadap Keenan.

Ternyata, Keenan sudah turun dari motornya dan menyandarkan punggungnya kebody motor. Tangannya pun menyilang kedada, sedangkan tatapannya seperti seseorang yang sedang mengintimidasi.
Gania tidak tahu harus berkata apa. Ia kembali menundukkan kepalanya kebawah. Lebih memilih menatap sepatunya yang telah usang dari pada menatap wajah Keenan yang baginya cukup menyeramkan.

"Jujur ya, gue gak suka sama orang yang suka bohong," ujar Keenan bersuara lagi.

Meski nada suaranya itu terdengar seperti santai, tapi penekanan dikata 'bohong' itu mampu membuat orang tahu jika Keenan sedang marah.

Gania hanya diam. Seperti seorang anak yang sedang ketakutan karena dimarahi orang tuanya setelah berbuat kesalahan.

"Tapi untungnya yang bohong itu lo, orang yang gue suka. Jadi, yeah... masih bisalah gue maafin," sambungnya.

Gania mendongakkan kepalanya menatap Keenan. Ia melihat Keenan melemparkan senyuman. Ia jadi merasa tidak enak karena telah membohongi Keenan.

"Sorry, Kee. Bukannya gue mau bohongin lo tapi gue gak enak sama anak-anak kalau pulangnya bareng lo," ucap Gania.

"Lebih baik lo nolak ajakan gue dengan jujur dari pada bohong Ga. Karena bohong itu sama aja lo nyakitin satu hati yang berusaha berbuat baik sama lo."

Gania menunduk kembali. "Gue tahu niat lo baik sama gue Kee. Tapi gue tetap gak enak sama anak-anak yang ngelihatin kita, apa lagi lo itu anak baru disini, gue takutnya jadi bahan gosipan."

Akhirnya semua keluh kesahnya yang berusaha menghindar dari Keenan sudah terucapkan. Keenan tertawa mendengar penuturan Gania. Jadi ini alasannya Gania berusaha menjauh darinya?

"Oh, jadi ini alasannya gak mau nerima niat baik gue ni?" Tanya Keenan dengan sedikit mendekatkan wajahnya ke Gania.

Gania menggeleng cepat. Bukan, bukan itu yang dimaksud Gania.

"Bukan gitu Kee! Gue cuma gak mau jadi bahan gosipan yang trending besok pagi."

Keenan memangut-mangut paham. Ia pun menjauhkan wajahnya lalu mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk jarinya.

"Tapi sekarangkan diluar sekolah. Anak-anak pun gak bakal tahu kalau kita pulang bareng," ujar Keenan. "Gimana kalau gue anterin lo pulang?"

Gania menggeleng. Ia tidak mau jika harus pulang bersama dengan Keenan.

Keenan memangut-mangut paham. Ia pun mendekat kearah Gania hingga mempertipis jarak diantara mereka.

"Gue gak jamin sih kalau besok tiba-tiba ada berita kalau kita emang beneran pacaran."

Gania merinding mendengar ucapan Keenan. Ia pun mendongakkan kepalanya lalu menggeleng cepat.

"Jangan, Keenan!"

"Makanya, pulang bareng gue."

Mata Gania melirik kekanan dan kekiri untuk memastikan benar apa yang diucapkan Keenan.

Setelah benar-benar memastikan tidak ada anak-anak yang melihatnya, Gania pun langsung mengangguki ajakan Keenan.

"Good girl." Keenan mengelus puncak kepala Gania dengan lembut. "Yaudah, yuk. Naik!"

Keenan pun membantu Gania menaiki motornya yang tinggi. Karena memang tinggi badan Gania bisa dikatakan pendek. Wajar saja, Keenan ikut membantu Gania menaiki motornya.

Setelah merasa pas dengan dudukannya, Keenan pun menstater motornya dan mengegasnya sebentar.

"Pegangan. Kalau jatuh gue gak tanggung jawab ya?"

Gania menggeleng. Ia tidak mau memegang Keenan. Ia lebih memilih memegang tali tasnya sendiri untuk menahan tubuhnya.

"Beneran gak mau? Yaudah, terserah! Yang penting gue udah ngingetin!" seru Keenan menyindir.

Keenan sengaja menjalankan motornya dengan kencang hingga membuat Gania terkejut dan hampir terjungkai kebelakang.

"Keenan!!!"

Sudut bibir Keenan terangkat setelah mendengar teriakan Gania.

"Kan udah gue bilangin, pegangan. Gue gak suka bawa motor  pelan-pelan. Bandel sih!"

Dengan ragu, Gania pun memegang kedua sisi pinggang Keenan dengan erat.

"Iya, ni gue udah pegangan!" Sahut Gania kesal.

"Oke. Kita berangkat!!!"

Tanpa aba-aba, Keenan menjalankan motornya dengan laju hingga membuat Gania menempelkan badannya kepunggung Keenan. Yang otomatis, tangannya pun ikut melingkar dipinggang Keenan.

"Keenan!!!"

Gania hendak melepaskan lingkaran tangannya dari pinggang Keenan, namun dengan cepat Keenan menahan lingkaran tangan Gania itu dengan tangan kirinya.

"Gak usah dilepas. Nanti gue terbang ke bunga yang lain," ucap Keenan.

Gania masih berusaha melepaskan tangannya. Namun kekuatannya masih kalah dengan kekuatan Keenan.

"Dan gue gak mau sampai itu terjadi."

Gania menghentikan gerakan tangannya. Ia terdiam mendengar ucapan Keenan.

Tiba-tiba saja wajahnya terasa memanas setelah Keenan mengucapkan itu.

Merasa sudah tidak ada lagi gerakan dari tangan Gania, dengan pelan Keenan melepaskan tangannya dari tangan Gania.

"Pegangnya erat-erat."


******

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang