Chapter-9

137K 6.3K 65
                                    


Sesuai janjinya, Gilang menepatkan Keenan pada kelas XII IPS-4 bersamaan dengan teman-temannya. Tentunya Keenan merasa senang.

Ralat, sangat senang. Bahkan ia tertawa puas melihat raut wajah ayahnya tadi pagi pada saat mengatakan hal itu pada kepala sekolah.

Katakan saja Keenan itu kurang ajar. Tapi memang begitulah sikapnya. Gilang dan Keenan selalu berselisih dengan hal yang menurut orang lain aneh. Kehumorisan keluarga mereka selalu menampakan keakrabannya.

Seperti sekarang, Keenan duduk bersama Bobby tepat dibelakang meja Glen dan Rangga. Senyum ceria masih belum luntur dari bibirnya.

"Kok gue kebelet pipis ya?" Ucap Bobby tiba-tiba.

Keenan menoleh dan melihat Bobby yang sedang menopang wajahnya dengan satu tangan. Tangan yang satunya pun menggerak-gerakkan pulpennya dengan malas.

"Kebelet pipis atau lo males belajar?"

Bobby menoleh dengan masih menopang wajahnya hingga ujung bibirnya sedikit tertarik keatas.

"Jelek banget muka lo Bob. Haha..." Keenan tertawa terbahak-bahak melihatnya.

"Keenan! Ada apa? Kenapa tertawa?" Tegur buk Farida yang sedang mengajar.

"Eh, gak kok buk. Muka Bobby tadi lucu banget makanya saya ketawa. Hehe..." Keenan menampakkan senyum tak bersalahnya.

Ibu Farida pun hanya menggeleng melihat Keenan. Untung saja ia anak pemilik sekolah ini, kalau bukan sudah dimarah habis-habisan.

"Sudah-sudah. Jangan ribut! Kembali catat apa yang saya suruh tadi."

"Iya, buk."

  Keenan pun kembali menatap bukunya dengan malas. Ibu Farida yang mengajar Ekonomi, menyuruh mereka yang ada di kelas itu mencatat tiga lembar buku paket. Bisa-bisa kerinting jari-jari tangan.

Sebuah ide pun muncul diotaknya. Matanya melirik kearah Ibu Farida yang sibuk membaca buku. Entah itu buku apa, Keenan tidak peduli.

Untungnya keadaan kelasnya itu sedang sunyi karena semuanya sibuk mencatat. Terkecuali Keenan, Glen, Rangga dan Bobby. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

"Meoung."

Keenan langsung mengeluarkan suara seperti kucing. Dan sepertinya belum menimbulkan sesuatu.

"Meoung."

Sekali lagi Keenan mengeluarkan suara kucingnya. Dan sontak membuat semua murid yang ada di kelas itu mulai mendengarnya meski tidak dihiraukan.

Bobby yang mendengar jelas bahwa itu suara Keenan pun langsung menoleh kearahnya.

"Lo kenapa?" Tanya Bobby yang hanya menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.

"Sssst! Dengerin gue aja."

Bobby pun mengangguk meski ia tidak mengerti apa yang dilakukan oleh Keenan.

"Meoung."

Lagi-lagi Keenan bersuara, namun kali ini suaranya lebih jelas dan lebih terdengar volumenya.

"Siapa yang bawa kucing ke dalam kelas?" Tanya Ibu Farida yang nampaknya mulai mendengar.

Keenan diam. Ia tertawa pelan. Bobby pun mengangguk paham, akhirnya ia tahu apa yang akan dilakukan oleh Keenan.

"Embekk...."

Kali ini Bobby yang bersuara kambing. Lagi-lagi semua orang mendongakkan kepalanya dan melihat samping kanan kiri untuk memastikan suara kambing itu.

Keenan yang mendengar jelas itu suara Bobby pun langsung tertawa tertahan.

"Guk... Guk..."

Entah bagaimana, kali ini malah Rangga yang mengeluarkan suara anjing.

Semua orang di kelas itu pun mulai kebinggungan. Ibu Farida langsung berdiri dari tempat duduknya dan berdiri ditengah-tengah kelas.

"Tadi suara kucing, terus kambing," serunya. "Dan ini lagi suara anjing. Ini kelas atau kebun binatang?"

Keenan, Glen, Rangga dan Bobby menunduk sembari menahan tawanya yang dari tadi sudah ingin keluar. Keenan sempat bertos-ria dengan Bobby karena berhasil memancing kemarahan gurunya.

Wajar saja, jika mereka sudah berkumpul pasti diantara salah satu dari mereka akan berbuat kebisingan.

Glen menolehkan sedikit kepalanya kebelakang lalu mengacungkan jempolnya kearah Keenan.

"Lo emang hebat Kee."



*****



Keenan berjalan sendirian menuju toilet. Berhubung saat ini kelasnya sedang belajar pelajaran matematika, ia ijin keguru untuk ketoilet sebagai alasan. Sebenarnya ia sangat malas dengan pelajaran itu.

Awalnya Rangga ingin ikut dengannya, namun sang guru hanya memperbolehkan satu orang yang ijin. Mau tidak mau, Rangga pun mengurungkan niatnya keluar kelas.

Saat ini kakinya melangkah menyurusi koridor jalan menuju gudang. Karena toiletnya dekat dengan gudang.

Ia bersenandung pelan dengan nikmatnya. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celananya yang sedang kosong. Hehe... Keenannya lagi gak punya duit.

"Cantik. Ingin rasa hati berbisik."

Namun, Keenan menghentikan nyanyiannya saat wajah seorang cewek melintas diotaknya. Ia jadi teringat dengan cewek bersuara merdu tersebut.

"Itu cewek di mana ya? Tadi istirahat gue udah keliling sekolahan tapi gak ketemu tu cewek."

Ia pun menghentikan langkahnya sembari mengetuk-ngetuk dagunya. Memang benar, tadi waktu istirahat ia habiskan mengelilingi sekolah hanya untuk mencari cewek itu. Namun hasilnya masih sama. Ia tidak menemukan sama sekali batang hidungnya cewek itu.

"Masak, iya. Cewek itu bukan murid di sini? Gak, mungkinlah dia bisa masuk keruangan itu kalau bukan murid disini. Bajunya juga sama kayak gue."

Dengan masih berpikir dimana ia bisa menemukan cewek itu, ia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju toilet untuk mengeluarkan isi diperutnya.




******



Setelah mengeluarkan berhasil mengeluarkan semua ini diperutnya. Keenan pun keluar dari toilet seraya mengelus-ngelus perutnya yang rata.

"Akhirnya, keluar juga ni makanan. Huff.." Ia pun melangkahkan kakinya menjauh dari toilet tersebut.

Beberapa saat kemudian, ia sudah berada disetengah perjalanan menuju kelas. Namun pandangannya teralihkan pada seseorang yang sedang duduk dikursi.

"Eh, siapa tuh?"

Ia menyembunyikan dirinya dibalik tembok. Matanya melirik kearah cewek itu. Setelah memerhatikan secara teliti, ternyata cewek itu adalah cewek bersuara merdu.

"Eh, sih cecan," serunya. "Sekarang gak boleh gagal lagi."

Setelah mengucapkan itu, ia kembali melangkahkan kakinya menuju suatu tempat.



*****

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang