Chapter-3

181K 8.2K 64
                                    


Keenan masih mengerutuki dirinya sendiri atas kecerobohan yang telah ia perbuat. Jika saja dia lebih berhati-hati, cewek itu pasti masih melanjutkan nyanyiannya.

Ah, mungkin keberuntungan masih belum berpihak padanya.

Keenan menenggelamkan wajahnya kedalam lekukan tangannya kemeja. Pasalnya, ia dipisahkan dari ketiga sahabatnya.

Keenan di tempatkan di kelas XII IPS-3. Sedangkan ketiga sahabatnya ditempatkan di kelas yang sama, yaitu XII IPS-4.

Jadilah dia sendirian di kelasnya. Meski tadi banyak juga yang memperkenalkan diri dan berusaha berteman dengannya.

Keenan tahu, ini semua adalah ulah Ayahnya. Ayahnya itu tidak pernah mempunyai satu pikiran dengannya.

Tidak seperti Bundanya. Bundanya itu selalu mengerti apa yang dimaksud atau yang diinginkan olehnya.

Tiba-tiba sepintas wajah cewek tadi terlintas kembali diotaknya. Ia pun langsung mengangkat wajahnya dan menopang dagunya dengan sebelah tangannya.

Cantik.

Itulah kata yang entah dari mana terpikir olehnya. Memang benar, cewek tadi itu benar-benar cantik dimatanya.

Bibirnya pun membentuk sebuah senyuman saat dia membayangkannya.

Apa lagi suaranya merdunya mampu membuat seorang Keenan yang notabennya 'playboy' terjatuh pada suaranya.

Ini adalah kala pertama kalinya Keenan menyukai sesuatu lewat dari suaranya.

"Keenan. Ada yang bisa Ibu bantu? Kelihatannya kamu melamun saja dari tadi," tegur guru yang sedang mengajar.

Keenan langsung menegakkan tubuhnya sembari menggeleng pelan.

"Gak ada, Buk!"

Guru itu pun memangut-mangut paham dan kembali menjelaskan materi yang sempat terhenti karena Keenan.

Keenan mengusap dadanya seraya menghembuskan nafas pelan. Cuma karena cewek itu membuatnya tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan didepan.

Bukan karena kepikiran cewek itu juga sih, karena Keenan tidak mengerti dengan apa yang dijelaskan. Hehe...




*****




Gania menulis semua yang ada dipapan tulis dibukunya. Saat ini, ia sedang belajar mata pelajaran bahasa Inggris.

Dan jujur, Gania  tidak terlalu bisa dengan mata pelajaran itu.

Meski sudah berusaha belajar mati-matian demi bisa belajar mata pelajaran tersebut, dia masih saja belum terlalu pandai dengan pelajaran itu.

Itulah sebabnya Gania selalu mencatat apa yang dijelaskan oleh gurunya didepan.

Saat sedang mencatat, Gania merasa lengannya dicolek oleh seseorang. Ia pun menoleh kesamping dan mendapati sahabatnya sedang tersenyum padanya.

"Ada apa?" Tanya Gania sembari melanjutkan menulis catatannya.
"Lo udah denger tentang 4 anak baru di sekolah kita?" Tanya Tyas.

Tyas adalah sahabatnya sejak Gania masuk kesekolah ini. Dan mereka pun selalu ditempatkan di kelas yang sama.

Gania menggeleng. Inilah kelemahannya, dia selalu tidak mau tahu tentang apa yang terjadi di sekolahannya.

Sikap acuh tak acuhnya membuatnya tidak terlalu terkenal di sekolahnya. Jika ditanya berapa banyak temannya di sekolah, maka jawabannya adalah 1.

Dan itu hanya Tyas seorang.

"Ck! gak asik banget deh lo Ga!" seru Tyas lemah.

"Memangnya kenapa sih, Yas? Mereka kenapa?"

"Mereka itu pindahan dari sekolah tetangga," jawab Tyas. "Dan salah satu dari mereka, anak pemilik sekolah ini."

"Terus?" Tanya Gania lagi.

"Beneran lo gak tahu mereka siapa?"

Gania menggeleng. Tyas pun menghembuskan nafasnya. Nasib mempunyai sahabat yang kudet alias kurang update.

"Mereka itu termasuk kedalam kategori cogan-cogan Gania. Masak sih lo gak tahu?" Ujar Tyas.

Gania menghentikan tangannya yang sedang mencatat. Lalu dia menatap Tyas dengan tatapan datarnya.

"Gak ada urusannya sama gue Tyas Maharani putri."

Tyas memanyunkan bibirnya kedepan lalu membuang pandangannya kedepan.

"Dasar gak normal!" Umpatnya kesal.

Gania mengerutkan dahinya mendengar umpatan yang masih bisa terdengar ditelinganya.

"Ditembak salah satu dari mereka baru rasa!" Sambung Tyas mengomel seperti emak-emak kos-kosan yang sedang menagih uang pembayaran.

Gania tertawa pelan melihat Tyas yang kesal padanya. Ia tahu, Tyas hanya marah dibibir saja, dihatinya tidak.

"Jangan marah dong tuan putri." Gania mencubit kedua pipi Tyas dengan gemas. "Makin jelek tahu marah-marah mulu dari tadi."

"Gania!" Serunya keras.

Semua murid yang ada di kelas itu pun menoleh kearah mereka. Teriakan Tyas itu berhasil membuyarkan konsentrasi mereka.

"Tyas, Gania. Kalian berdua kenapa?" Tanya guru yang terkejut karena teriakan Tyas.

Gania dan Tyas membulatkan matanya. Mereka pun menggeleng dengan gugup karena ditegur oleh gurunya.

"Gak ada apa-apa, Buk," jawab Tyas sembari melemparkan senyuman yang menampakkan deteran giginya.

Sedangkan Gania memangut-mangut mengikuti perkataan Tyas.

"Ya, sudah. Kembali catat apa yang ada dipapan tulis," ujar sang guru. "Jangan ribut!"

Suasana pun kembali tenang. Gania mengusap dadanya karena terkejut, sedangkan Tyas menghembuskan nafasnya pelan.
"Lo sih ah, dimarahinkan!"

Gania hanya diam tak mengindahkan omelan Tyas. Jika ia menjawab, sudah pasti pembicaraan itu semakin panjang dan guru akan kembali menegur mereka berdua.






******





Maaf, lagi tahap revisi hehe....✌✌✌✌

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang