Chapter-6

147K 6.9K 21
                                    


Gania keluar dari mobilnya dan diikuti oleh Tyas. Ia sedikit merapikan kemejanya yang sedikit berantakan dibagian belakang akibat terlalu banyak bergerak saat duduk dimobil tadi.

"Kenapa milih cafe di sini Yas?" Tanya Gania setelah melihat plang nama cafe yang ada didepannya.

"Bensin gue sisa dikit. Tempat yang paling deket cuma cafe ini. Yaudah, gue pilih disini aja. Hehe..." Tyas menyengir lebar.

Gania menggeleng pelan. Seceroboh itukah sahabatnya ini sampai-sampai tidak tahu bahwa mobilnya itu tidak ada bensin?

"Yaudah, kali. Yuk masuk."

Mereka pun masuk kedalam setelah Tyas memastikan mobilnya sudah aman terkendali.

Suara lonceng pun terdengar saat Tyas membuka pintu cafenya. Gania sedikit terkejut dan langsung memegang dadanya.

"Gilak! Gue kirain apaan, rupanya suara lonceng. Haha..." ucap Tyas sambil tertawa.

Gania pun ikut tertawa namun hanya tertawa samar. Ia takut menganggu ketenangan pengunjung lainnya yang sedang menikmati makanannya.

"Kita duduk disitu aja."

Tyas menunjuk kesalah satu meja kosong dan meja tersebut berada ditengah-tengah cafe tersebut.

"Jangan di situ, dipinggir aja."

Gania menolak dan menunjuk sebuah meja yang ada didekat jendela. Tyas menatap Gania sejenak lalu mengangguk. Mereka pun akhirnya melangkah mendekati meja tersebut.

Mereka duduk dengan nyaman dikursinya masing-masing. Berhubung meja tersebut hanya ada dua buah kursi, mereka pun tak harus memperebutkan kursinya.

"Selamat malam. Mau pesan apa?" Tanya seorang pelayan yang tiba-tiba saja datang kemeja mereka. Pelayan itu memberikan sebuah kertas menu kepada mereka.

"Saya mau Chesee cake-nya satu sama minumnya jus mangga aja," ucap Tyas sembari membuka buku menu selanjutnya. "Lo pesen apa Ga?"

Gania masih melihat-lihat buku menu itu. Ia binggung harus memesan apa.

"Samain aja deh mbak, tapi saya minumnya jus Alpukat ya," ujar Gania yang diangguki oleh pelayannya.

Setelah mengucapkan kembali pesanan mereka, pelayan itu pun kembali ketempatnya meninggalkan meja mereka.

"Akhirnya gue bisa keluar," seru Tyas dengan girang.

Gania menyipitkan matanya memandang Tyas. "Maksud lo?"

Tyas mematung. Matanya mengerjab beberapa kali.

"Jangan bilang lo keluar dengan alesan belajar di rumah gue!" Ucap Gania dengan nada penekanan.

Tyas berdehem lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh, anu Ga, gu-gu-gue--" Tyas gugup menjawab ucapan Gania.

Gania menghirup nafasnya berat. Ia tahu, Tyas pasti menggunakan alasan itu pada orang tuanya agar bisa keluar dari rumahnya.

"Udah, jangan tegang gitu. Udah kebiasaan lo juga."

Tyas menghembuskan nafasnya pelan. Untung saja Gania gak marah. Batinnya.

"Besok-besok jangan gitu lagi Yas! Gue gak enak sama orang tua lo."

Bagaimana pun, orang tua Tyas sudah pernah baik pada dirinya dan ibunya. Ia tidak mau memutuskan kepercayaan orang tua Tyas darinya.

Tyas mengangguk paham tanpa mengeluarkan satu kata pun. Ia menjadi tidak enak terus-menerus menggunakan nama Gania sebagai alasan untuk keluar rumah.

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang