Epilog

143K 4.7K 146
                                    


Hembusan angin sore di dermaga itu membuat rambut gadis itu berterbangan kemana-mana. Rasa sejuk menyentuh kulitnya yang tidak tertutupi kain. Hingga membuatnya sesekali mengusap lengannya untuk mengurangi rasa sejuk itu.

Pandangannya lurus kedepan. Melihat hamparan pemandangan indah di depan matanya. Suara deru ombak yang tenang. Cahaya matahari yang hampir menenggelamkan dirinya dan di gantikan dengan cahaya bulan.

Sungguh indah pemandangan dihadapannya ini. Nikmat mana yang kalian dustakan setelah melihat ciptaan Tuhan yang maha Esa?

Apa lagi saat merasakan sebuah kebahagian yang tak pernah terbayangkan selama ini. Sungguh! Gania sangat bersyukur masih bisa menghirup nafas hingga sekarang.

Tak jauh dari tempat Gania berada, Keenan berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya.

Melihat kekasih hatinya tersenyum cukup menyejukkan hatinya setelah melakukan aktifitas berat di kantornya. Ingin rasanya Keenan memeluk dan mendekap tubuh Gania dengan erat agar tidak pergi kemana-mana.

Tak mau menunggu lama, Keenan melangkahkan kakinya mendekat kearah Gania dan memeluk tubuhnya dari belakang.

"Keenan?!" Pekik Gania karena terkejut mendapatkan sebuah tangan kokoh melingkar di perutnya.

Keenan terkekeh geli. Ia meletakkan dagunya ke lekukan leher Gania. Menghirup sedalam-dalamnya aroma yang berasal dari tubuhnya Gania.

"Gak baik sendirian di tempat sepi kayak gini," kata Keenan. "Kalau ada apa-apa gimana? Aku kan khawatir."

Gania tersenyum samar. Ia tahu, setelah kejadian dulu, sifat Keenan berubah menjadi posessif. Terlalu sering khawatir dan terkesan lebay atau berlebihan jika menanggapi sesuatu tentang dirinya.

"Aku ke sini gak sendirian kok," balas Gania. "Aku sama Glen kesini."

Mendengar nama Glen, Keenan mendengus dan melepaskan pelukannya dari tubuh Gania.

"Glen lagi, Glen lagi."

Entah mengapa Keenan selalu cemburu setiap Gania dan Glen berdekatan. Meski ia tahu bahwa mereka berdua adalah saudara kembar, tapi rasa cemburu itu tidak bisa ia elakkan.

Gania membalikkan badannya menghadap Keenan. Ia tahu, Keenan pasti cemburu mendengar nama kakaknya itu.

"Kenapa?" Tanya Gania basa-basi.

Keenan melirik Gania sesaat. Kemudian ia membuang pandangannya ke sebelah.

"Gak!"

Terdengar nada ketusan dari jawaban Keenan. Hal itu membuat Gania tertawa samar lalu memegang wajah Keenan dengan lembut.

"Glen itu kakak kandung aku, Keenan. Gak seharusnya kamu  cemburu sama saudara aku," ujar Gania memberi pengertian kepada Keenan.

Kejadian ini sudah sering terjadi antara mereka. Jika Gania berada di dekat Glen, Keenan selalu cemburu dan akan marah kepadanya. Dan untungnya, Gania mengerti sikap yang di tunjukkan Keenan padanya. Berarti, Keenan takut kehilangannya bukan?

"Bukannya aku cemburu, Gania. Aku cuma takut Glen ngelakuin hal bodoh kayak dulu waktu kalian masih umur 14 tahun," ucap Keenan.

Kemudian, ia mengenggam tangan Gania yang mengelus wajahnya.

"Aku gak mau kehilangan kamu lagi."

Memang ini yang Keenan takutkan saat Gania dan Glen berdekatan. Apa lagi sekarang, Gania dan Glen tinggal satu rumah setelah Gania memilih pindah kembali ke Indonesia.

Gania terharu mendengar ucapan Keenan. Wanita mana yang tidak akan terharu mendengar ucapan manis dari lelaki tampan seperti Keenan?

"Aku gak akan pergi."

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang