Di sinilah sekarang Keenan berada. Berdiri di teras rumah seorang gadis yang beberapa jam yang lalu memohon kepadanya untuk membiarkannya pergi. Gadis yang beberapa jam yang lalu, menolak kehadirannya dengan tangisan pilu yang sangat terlihat diraut wajahnya.
Jika Gania meminta untuk pergi, maka Keenan akan memintanya untuk bertahan. Jika Gania memintanya untuk mati, maka Keenan akan melakukan saat itu juga.
Lebih baik dirinya mati saat itu juga dari pada melihat dua kali kekasih hatinya pergi darinya. Itulah yang dpikirkan Keenan saat ini.
Masih ada harapan untuk dirinya memperbaiki semuanya. Meskipun hanya 0,0 % dari sebuah kenyataan.
"Aku gak bakalan pergi dari sini sebelum ketemu kamu, Gania."
Itulah kata-kata yang diucapkan oleh Keenan. Meskipun kata-kata itu tak terdengar oleh siapapun.
Keenan mengangkat kepalanya. Melihat jendela kamar Gania yang sedikit terbuka. Ia yakin, saat ini Gania pasti sedang melihatnya.
Aku gak bakalan nyerah, Ga!
*******
Sudah hampir 4 jam Keenan berdiri di tempatnya. Bahkan Keenan sama sekali tak berniat untuk duduk atau pun pergi saat itu juga.
Bahkan hujan deras yang entah siapa yang memanggilnya, datang begitu saja dengan tiba-tiba. Membasahi Keenan yang masih mengadahkan kepalanya menatap jendela kamar kekasih hatinya.
Lain halnya dengan Keenan yang sedang menunggu keajaiban, Gania menangis sejadi-jadinya sembari melihat Keenan yang masih saja berdiri di teras rumahnya.
Gania tidak menyangka jika Keenan masih saja terus berdiri di sana setelah ia menolak dan sempat memakinya dengan kata-kata kasar.
"Maaf, Kee. Hiks... hiks...."
Hanya kata itulah yang terucap dari bibirnya. Seakan hanya kata itu yang mampu menafsirkan apa yang ada didalam hatinya.
Gania menghapus air matanya sembari menutup tirai jendela kamarnya. Ia sudah tak sanggup lagi melihat Keenan di sana.
"Gania..."
Gania langsung menoleh kebelakang dan mendapati Glen sedang berdiri tak jauh darinya. Ia pun segera menghapus sisa-sisa air matanya, meskipun saat itu air matanya terus saja mengalir.
"Ah, iya. Kenapa, mas?"
"Kamu sayangkan sama Keenan?"
Gania terdiam. Ia menghirup udara sejenak sebelum menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Eng--enggak, mas. Gania udah lupa sama Keenan," jawab Gania. "Hm... boleh Gania minta tolong, mas?"
Sebenarnya, Glen tak percaya dengan jawaban Adiknya itu. Namun, ia berusaha menghangatkan suasana agar tidak semakin memperburuk keadaan.
"Minta tolong apa?" Tanya Glen.
"To--tolong usir Keenan, mas. Gania gak mau lagi ketemu dia."
Dengan sekuat tenang, Gania mengucapkan kata-kata itu. Kata-kata yang sama sekali tak ingin diucapkan oleh bibirnya.
Tapi apalah daya. Dirinya tak mampu menahan sakit yang kembali dirasakan saat Keenan menghianatinya.
Sungguh! Ia tak sanggup lagi menahannya.
Glen mematung di tempatnya. Ia tidak menyangka jika Gania benar-benar akan memintanya untuk melakukan ini kepada Keenan.
Meskipun ia bisa saja melakukan itu tanpa disuruh oleh Gania, tapi rasanya aneh jika dia meng-iyakan permintaan Gania sedangkan yang meminta penuh dengan keraguan.
"Kamu yakin, Gania?" Tanya Glen lagi. "Kamu gak akan nyesel?"
Mata Gania terpejam. Mendengar pertanyaan Glen yang sepertinya memastikan keputusannya membuat hatinya kembali dilanda dilema.
Apa keputusannya saat ini benar?
******
Belum ending tenyata wkwk
Oh iya, kemarin salah satu cerita saya sempat hilang gak tau kemana dan gak tau kenapa
Saya sedih, sedih banget😥😥😥 tapi berkat kalian yang udah ngebantu, akhirnya cerita saya kembali lagi yeay🎉🎉🎉Makasih ya buat semuanya yang udah support😊😊😊
I love you guys😘😘😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]
Fiksi RemajaKepindahannya kesekolah milik ayahnya sendiri membuat Keenan tak sengaja bertemu dengan siswi bersuara merdu disana. Kejadian itu membuat Keenan sangat penasaran dengan siswi itu. Awalnya hanya ingin mengetahui namanya yaitu Gania. Setelah mengetahu...