Chapter-30

93K 4.3K 37
                                    


  Keenan menatap Gania dengan lekat. Sejak kedatangan Gania lima menit yang lalu, Keenan hanya memandanganya dengan tatapan yang sulit diartikan.

  Sapaan manis yang Gania lontarkan pun hanya menjadi angin lalu untuk Keenan.

  Pikirannya masih bergelenggu pada foto tadi yang dikirim oleh seseorang yang tidak dikenalnya.

  Dimana, Gania dan Glen saling berpegangan tangan. Bukan! Lebih tepatnya Ganialah yang menggenggam kedua punggung tangan Glen. Sedangkan Glen hanya menatap Gania dengan tatapan sendu namun penuh cinta.

  Dan selama ini, Keenan tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh Gania.

  Ada hubungan apa sebenarnya Gania dengan sahabatnya yang bernama Glen itu?

  Itulah pertanyaan yang masih melayang-layang diotaknya.

"Keenan?!" Gania melambaikan tangannya tepat didepan wajah Keenan.

  Sontak membuat Keenan terkejut dan mengerjabkan matanya beberapa kali.

"Kamu kenapa lihatin aku kayak gitu?" Tanya Gania yang sedari tadi bingung dengan reaksi Keenan saat ia baru masuk kekelasnya.

  Keenan menggeleng samar lalu melemparkan senyum pada Gania.

"Gak kok. Aku gak apa-apa," jawab Keenan. "Mau pulang sekarang?"

  Mata Gania menyipit. Ia sedikit tidak percaya dengan jawaban pacarnya itu.

"Beneran gak ada apa-apa?"

"Iya. Aku gak apa-apa."

  Gania sedikit mendekatkan wajahnya pada wajah Keenan. Tak sampai satu detik, Keenan menjauhkan wajahnya dari Gania.

  Dahi Gania mengerut. Gak biasanya Keenan kayak gini? Batinnya.

"Beneran lagi gak ada apa-apa? Kok kamu kayaknya ngelihatin aku aneh gitu?" Tanya Gania sekali lagi karena tidak puas dengan jawaban Keenan.

  Bukan kepo atau gimana, Gania hanya ingin kejujuran diantara dirinya dan Keenan. Ia tidak mau kejadian dulu terulang lagi karena ketidak saling percayaan.

"Aku beneran gak lagi ada apa-apa, Gania. Tumben kamu perhatian banget kayak gini?"

"Ish! Apaan sih?" Seru Gania.

"Aku tuh cuma mastiin gak ada kesalah pahaman diantara kita," kata Gania. "Kamukan yang bilang kalau hubungan itu harus saling percaya?!"

  Keenan terdiam. Ia masih mencerna ucapan yang Gania katakan padanya.

  Cukup lama Keenan terdiam. Bahkan, ia mengurungkan niatnya yang ingin memasukkan buku kedalam tasnya.

"Keenan! Kamu kenapa sih?" Gania sudah geram dengan sikap aneh yang ditunjukkan Keenan padanya. "Kalau ada masalah cerita. Jangan diem gak jelas gini!"

  Keenan membuang pandangannya dari Gania, lalu kembali duduk kebangkunya. Tanpa menjawab pertanyaan Gania, ia memasukkan semua barang-barangnya kedalam tas dan segera memakainya kepunggung.

"Udah, yuk pulang! Kayaknya mau hujan ni."

  Keenan menarik pelan tangan Gania keluar dari kelasnya.

  Seharusnya gue yang bilang kayak gitu ke elo Ga, bukan elo.

********

Benar saja, belum sampai di rumah Gania, hujan sudah turun membasahi permukaan tanah.

  Dengan terpaksa, Keenan menepikan motornya untuk berteduh dari derasnya hujan. Bisa saja Keenan menerobos hujan itu agar cepat sampai di rumahnya. Tapi kali ini, ia sedang membawa kekasihnya. Tidak mungkin ia tega membiarkan orang yang disayangnya basah akibat kehujanan.

  Meski hati dan pikirannya masih gelisah karena kejadian beberapa menit yang lalu, Keenan tidak bisa membiarkan emosinya mengendalikan dirinya.

  Keenan menoleh kesamping dan melihat Gania sedang mengusap-ngusap lengannya yang tidak terlapisi baju akibat kedinginan.

  Dengan cepat Keenan melepaskan jaket bomber berwarna hijau lumut yang dipakainya dan memasangkannya ketubuh Gania.

"Eh." Gania memekik tertahan karena terkejut dengan gerakan Keenan yang tiba-tiba.

"Pakek jaket aku. Aku gak suka ngelihat kamu kedinginan gini," ucap Keenan disela gerakan memasang jaketnya.

"Gak usah Keenan!" Seru Gania. "Nanti kamu juga kedinginan. Aku udah biasa kok basah-basah kayak gini," sambungnya.

  Bagaimana pun Gania juga khawatir dengan keadaan Keenan karena status Keenan sekarang ini adalah pacarnya.

  Keenan menggeleng. Ia membenarkan posisi jaketnya agar tidak jatuh dari tubuh Gania.

"Itukan dulu sebelum kamu pacaran sama aku. Sekarang kamu udah jadi pacar aku, jadi kamu gak boleh kedinginan."

"Tapi aku gak enak sama kamu. Kalau kam---"

  Keenan langsung menempelkan jari telunjuknya tepat didepan bibir Gania. Sontak membuat Gania menghentikan ucapannya.

"Gak ada kata 'gak enak' selagi kamu masih punya hubungan sama aku," ucap Keenan. "Kalau aku ngebiarin kamu kedinginan terus sakit, sama aja aku gak bisa ngejagain kamu."

  Pipi Gania memanas. Ia membuang pandangannya kesamping seraya tersenyum simpul.

"Kalau diibaratkan ni ya, kamu itu matahari dan aku bulannya. Tanpa cahaya kamu, aku gak akan bisa bersinar," kata Keenan. "Dan aku gak berarti apa-apa tanpa kamu."

  Lagi-lagi Gania tersanjung atas ucapan Keenan itu. Tangannya terulur untuk memegang kedua pipinya. Ia yakin, pasti kedua pipinya ini akan mengeluarkan warna merah seperti warna tomat.

  Melihat respon Gania yang salah tingkah, Keenan pun dengan jahilnya mencolek pipi kiri Gania yang kemerahan.

"Cie... bulshing ni ceritanya?"

"Ish! Apaan sih?" Seru Gania.

  Keenan terkekeh geli. Tangannya pun segera menggenggam erat telapak tangan kiri Gania.

  Gania terkejut saat jari jemari Keenan menggenggam erat telapak tangannya. Pandangannya turun kebawah untuk melihat tangan yang dipegang Keenan.

"Jangan tinggalin aku ya?"








******

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang