Chapter-12

130K 6K 119
                                    


Keenan memarkirkan mobilnya didepan rumah yang sangat sederhana. Setelah menjemput ibunya Gania di pasar dan mendapatkan nomor ponsel Gania dengan cara pemaksaan, mereka pun segera melesat kerumahnya.

Keenan keluar dari mobilnya dan memutarin mobilnya untuk membukakan pintu ibunya Gania.

Bukan karena mencari perhatian atau yang lain, karena ibu Gania mengatakan pada Keenan bahwa ia tidak bisa membuka pintunya.

Gania merasa tidak enak hati dengan Keenan dan sempat meminta maaf. Namun Keenan hanya mengatakan 'udah gak apa-apa. Namanya juga ibu-ibu'.

Setelah membukakan pintu dan mempayungi ibunya Gania. Ia pun berjalan mengikuti ibu Gania menuju teras rumahnya. Gania pun mengikuti mereka dari belakang dengan menutupi kepalanya dengan jaket Keenan.

"Terima kasih," ucap ibu Gania. "Masuk dulu ya nak, tunggu hujannya reda."

Keenan hanya mengangguk samar seraya melemparkan senyumnya.

Mereka pun akhirnya masuk kedalam setelah ibunya Gania membuka pintu rumahnya.

"Duduk dulu..." ujar Gania yang lupa dengan nama Keenan.

Seakan mengerti dengan ucapan Gania yang lupa dengan namanya, Keenan pun kembali mengenalkan dirinya.

"Keenan."

"Ah, iya. Keenan, silahkan duduk dulu."

Lagi-lagi Keenan mengangguk dan menuruti ucapannya Gania. Mereka pun duduk disofa yang sepertinya terlihat sudah lama dan kusam.

Keenan memandangi isi dalam rumah itu dengan lekat. Rumah ini cukup kecil untuknya. Bahkan kamarnya pun lebih besar dari ini.

Apa lagi tidak ada fasilitas seperti AC, TV, atau yang lainnya. Yang ada hanya mesin jahit yang sudah tua dan beberapa foto Gania dan ibunya.

Gania mengikuti arah pandang Keenan yang sedang melihat-lihat isi rumahnya. Pasti cowok ini merasa geli dengan rumahnya. Batinnya.

"Maaf, ya. Rumah saya memang seperti ini," ujar Gania.

Bukannya merasa merendahkan diri atau apa, ia merasa tidak enak mengajak orang yang sepertinya berkecukupan seperti Keenan masuk kedalam rumahnya.

"Eh, gak kok! Biasa aja. Santai," sahut Keenan yang juga merasa tidak enak.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan yang dilanjutkan. Keenan menyandarkan punggungnya kekepala sofa sembari menutup matanya, sedangkan Gania mulai melepaskan sepatunya.

"Eh, anu hem, ma-mau minum apa?" Tanya Gania gugup.

Keenan membuka matanya dan melihat Gania yang sepertinya gugup.

"Apa aja deh. Yang penting bukan racun, hehe..." jawab Keenan supaya kegugupan Gania hilang.

Gania tertawa hambar mendengar leluconnya. Ia pun mengangguk paham lalu berdiri dari tempat duduknya.

Saat hendak memasuki dapur, ia melihat sang ibu sedang membawa segelas teh hangat dan beberapa kue-kue pasar.

"Aduh! maaf ya nak cakep, ibu cuma punya teh hangat sama kue yang tadi ibu beli di pasar," ujar ibu Gania lalu menyimpan minumannya kemeja.

"Keenan buk. Bukan cakep," ralat Keenan selembut mungkin. "Kalau cakep mah memang dari dulu buk. Sebelum saya lahir aja dokternya bilang saya cakep, hehe..."

Ibu Gania tertawa mendengar ucapan Keenan. Sedangkan Gania mengangkat alisnya sebelah. Pede banget! Batinnya.

"Oh, tak kirain namanya cakep. Soalnya muka kamu mirip dengan artis-artis gitu loh."

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang