Keenan Dirgantara

457K 13.6K 477
                                    

 
Remaja itu masih duduk disofa sambil bermain game online di ponselnya. Bahkan dia tidak menyahuti perkataan sang Ayah yang juga sedang duduk disofa tersebut.

Sontak membuat sang Ayah menghembuskan nafasnya berat melihat tingkah semana-mena anak semata wayangnya itu.

"Keenan, Ayah sedang berbicara. Tolong hargai dan dengarkan apa yang Ayah bicarakan sama kamu!" Gilang sengaja meninggikan notasi suaranya agar anaknya itu mendengar ucapannya.

"Bicara aja sih, Yah. Kee lagi sibuk main game nih!" balas Keenan tanpa melihat ke arah sang Ayah.

"Kee dengerin kok," lanjutnya seakan-akan Gilang mengerti dengan kesibukannya bermain ponsel.

Gilang geram. Lantas ia berdiri dari tempat duduknya dan langsung merampas ponsel pipih itu dari tangan Keenan. Mata Keenan membulat saat Ayahnya mengambil ponsel dari tangannya.

"Yah, hp Kee," ucapnya dengan melihat arah tangan Gilang. "Balikin hp Kee yah!" Serunya lalu mengadahkan tangan kanannya.

"Mau Ayah balikin hpnya?" Tanya Gilang sembari memaju mundurkan ponsel anaknya itu.

Keenan pun langsung mengangguk.

"Kamu pindah kesekolahan Ayah!"

Gilang lalu duduk kembali ketempat duduknya. Ia membuka ponsel anaknya itu dan melanjutkan permainan yang dimainkan Keenan tadi.

Keenan berdiri dari tempat duduknya. Ia tidak mau jika harus pindah sekolah kesekolah milik Ayahnya itu.

Alasannya sudah pasti dia takut ayahnya memantau gerak-geriknya. Jadi, dia tidak bisa leluasa melancarkan aksi-aksi kenakalannya.

"Gak! Kee gak mau pindah kesekolahan Ayah!" tolak Keenan mentah-mentah. "Kee kan bisa pindah kesekolahan lain, Yah. Gak harus di sekolah Ayah."

Keenan pun merosot duduk ketempatnya kembali. Jujur, dia sangat benci jika hal ini harus terjadi.

"Sudah berapa kali kamu dikeluarkan dari sekolah dalam setahun ini Kee?" Tanya Gilang dengan raut wajah serius.

Keenan menghitung jaringnya berulang-ulang kali. Ia sedang memikirkan sudah berapa kali dia dikeluarkan dari sekolah dalam setahun ini.

"Berapa?" Tanya Gilang lagi seakan tidak sabar akan jawaban anaknya itu.

"5 kali, Yah. Hehe..." Keenan menyengir sembari menunjukkan kelima jarinya kepada Gilang.

Gilang menggeleng pelan. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi dengan kejahilan anaknya itu. Ia bingung, Keenan ini sifatnya menurun dari siapa? Seingatnya  dia dulu sekolah tidak  sejahil seperti Keenan.

"Memangnya kenapa kalau kamu pindahnya kesekolahnya Ayah? Kamu takut gak bisa buat ulah lagi?" Tanya Mia, Bundanya Keenan. Ia datang dari dapur sembari membawa mampan berisi minuman dan makanan untuk suami dan anaknya. "Seharusnya kamu bersyukur loh, Ayah kamu masih mau perhatian sama kamu," sambungnya seraya meletakkan minuman kemeja.

Keenan mengambil minuman itu dan meminumnya hingga sisa setengah.

"Bukan takut, Bun. Cuma Kee takut jadi sombong kalau sekolah di sekolahannya Ayah," ujar Keenan mencari alasan yang cukup masuk akal.

Gilang tertawa hambar. Ia pun mengetuk kepala Keenan dengan geram hingga membuat Keenan mengaduh kesakitan.

"Sakit, Yah!"

"Ayah! Itu anak kamu bukan anak ayam!" seru Mia tak terima melihat Gilang mengetuk Kepala Keenan. Mia mengelus-ngelus kepala Keenan dengan pelan.

"Masih sakit?" Tanya Mia.

Keenan mengangguk. "Iya, Bun. Kepala Keenan masih sakit. Nyut-nyut nih!."

Gilang memutar bola matanya jengah. Ia tahu jika saat ini Keenan hanya berpura-pura sakit. Padahal dia hanya mengetuknya sedikit kepalanya, bukan menonjoknya.

"Kamu sih ah, lihatkan Keenan kesakitan." Mia memukul bahu Gilang dengan kuat.

Keenan terkekeh geli melihat Ayahnya yang mengelus bahu bekas pukulan Bundanya itu.

"Keenan itu pura-pura, sayang. Kamu main percaya aja. Kemarin dia ditonjok aja gak apa-apa. Masak cuma diketok dikit doang langsung sakit," gerutu Gilang.

Mia menatap Gilang. Alisnya menyatu setelah mendengarkan ucapan suaminya itu.

"Keenan berantem?" tanyanya.

Gilang mengangguk membenarkan pertanyaan Mia. Lalu tatapannya beralih kepada Keenan.

"Beneran kamu berantem lagi?" Tanya Mia lagi pada Keenan.

Keenan menelan salivanya kasar. Inilah hal yang paling dia tak bisa lakukan. Ia tidak mungkin berbohong pada Bunda tercintanya. Dan kalau pun Keenan bohong, Bundanya itu pasti tahu dari gerak-geriknya.

"Keenan jangan bohong sama Bunda! Bohong sama orang tua itu dosa."

Keenan semakin kebingungan. Meski ucapan Bundanya itu lembut, tapi ada maksud terselubung dibaliknya.

"Masih gak mau jawab?" Mia menaikkan alisnya sebelah.

Keenan diam, masih enggan menjawab pertanyaannya. Ia pun mengalihkan pandangannya kearah Gilang seolah meminta pertolongan.

"Besok Keenan udah mulai sekolah di sekolahan Ayah!" ucap Mia penuh penegasan.

Setelah mengucapkan itu, dia beranjak dari tempat duduknya menaiki tangga.

Keenan menatap horror punggung Bundanya yang mulai menjauh.

Apa kata Bundanya tadi?
Bersekolah di sekolahan milik Ayahnya?
Ia tidak salah dengarkan?
Ah, hilang sudah kejahilan-kejahilan yang akan ia lakukan.

"Siap, Bunda."

Gilang tersenyum senang. Karena Mia setuju dengan keputusannya.

"Jangan Ayah," rengek Keenan se-dramatis mungkin.

Gilang mengoyangkan jari telunjuknya kearah Keenan dan mengoyangkan kekanan dan kekiri.

"Keputusan Bunda ratu sudah bulat Keenan, sang baginda raja tidak bisa berbuat apa-apa."

Keenan memanyunkan bibirnya kedepan. Ia menyesal tidak menjawab iya pertanyaan Bundanya tadi.

"Siap-siap kesekolah baru anak Ayah."

Gilang masih mengejek Keenan. Lalu dia pun beranjak dari tempat duduknya ingin menyusul Mia menaiki tangga.

"Eh, yah. Hp Kee?"

Gilang menoleh kebelakang dan merogoh sebelah saku celananya. Kemudian dia melemparnya kearah Keenan. Untungnya, Keenan dengan sigap menangkap ponselnya hingga tidak terjatuh kelantai.

"Ayah!" seru Keenan.

Gilang hanya tertawa dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Bunda jangan pindahin Kee kesekolahan Ayah, Bun!" teriak Keenan masih berusaha agar bundanya berubah pikiran.

"Bunda!!!"

Gilang kembali tertawa terbahak-bahak saat menaiki tangga. Untuk pertama kalinya dia melihat Keenan tak mendapati keinginannya. Rasakan, batinnya.

Sedangkan Keenan kembali duduk dengan mood yang hancur.

"Bunda jahat!!!"

  



******








Ini versi yang ke-2.
Tenang, ceritanya bakal tetap sama kok.
Cuma direvisi beberapa bagian aja sama ngurangin kata-kata yang lebih.

Oke, terima kasih.

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang