Chapter-13

129K 6.1K 67
                                    


Gania sudah siap dengan baju sekolah yang melekat pas dibadannya. Ia keluar dari kamar dan segera masuk ke dapur untuk meminta ijin dulu sebelum pergi sekolah. Ya, pada siapa lagi ia ijin sekolah kalau bukan pada ibunya?

"Sudah mau berangkat nak?" Tanya ibunya yang sedang mencuci piring.

Gania mengangguk dengan senyum yang terlukis indah dibibirnya. "Iya, buk. Gania mau berangkat," sahutnya.

Ia pun menyulurkan tangannya untuk bersalaman dengan ibunya. Dengan senang hati sang ibu memberi tangan kanannya dan Gania langsung mendekatkan punggung tangan sang ibu kebibirnya.

"Gania berangkat dulu ya, buk?!"
"Iya, nak. Hati-hati dijalan!"

Gania keluar dari dapur dan langsung menuju pintu utama. Ia membuka pintunya dengan sesekali merapikan bajunya yang sedikit kusut. Setelah itu, ia tak lupa menutup pintunya kembali agar tidak ada orang masuk.

Saat hendak melangkahkan kakinya, ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang sangat-sangat tidak diundang. Seseorang itu tepat berada didepannya dengan melemparkan senyuman manis yang merekah diwajahnya.

"Keenan!" Pekik Gania.

Keenan sedikit menjauhkan badannya dari Gania.

"Sudah siap? Ayo, berangkat sekolah!" Ucap Keenan dengan raut wajah tidak berdosa setelah berhasil membuat Gania terkejut.

"Kenapa bisa ada disini?" Tanya Gania.

"Gue mau jemput lo," jawab Keenan.

"Saya bisa berangkat sendiri," jawab Gania.

"Gue gak bisa berangkat sendiri."

"Saya gak mau!"

"Tapi gue maunya lo berangkat bareng gue!"

Gania mengerutkan dahinya melihat Keenan yang masih bersikekeh dengan keputusannya.

"Kenapa begitu?" Tanya Gania dengan memincingkan matanya.

"Karena gue... ehm... karena gue. Iya, karena gue mau."

Gania semakin tak tahu arah jalan pikiran Keenan.

"Udah, ah. Jangan kebanyakan mikir! Mending sekarang ikut gue, kita berangkat bareng kesekolah."

Keenan menarik tangan Gania dan menyeretnya pelan untuk mengikutinya. Gania sempat terkejut saat Keenan memegang tangannya, tapi ia berhasil menormalkan keterkejutannya.

"Motor?"

Gania menaikkan alisnya sebelah saat melihat motor besar berwarna merah terparkir bebas didepan rumahnya. Motor siapa ini? Setahunya, Keenan menggunakan mobil. Batinnya.

"Iya, kita pakek motor kesekolah. Gak apa-apakan?" Tanya Keenan. "Mobil gue disita sama bokap karena kemaren gue pulangnya telat. Padahal gue udah bilang kalau gue nganterin orang, tapi bokap gue gak percaya. Alhasil, mobil gue disita selama satu bulan."

Memang benar, Gilang sempat memarahinya saat Keenan pulang dari rumah Gania pukul 7 malam.

Sebenarnya, Gilang tidak terlalu khawatir dengan apa yang dilakukan Keenan. Hanya saja Mia terlalu mengkhawatirkan Keenan karena belum pulang dari sekolahnya.

Apa lagi kemarin hujan sangat deras. Otak Mia pun sudah terisi dengan hal-hal negative pada Keenan.

Dan setelah kejadian itu, mobil Keenan pun jadi taruhan sebagau hukuman dari kelalaiannya itu.

Gania jadi merasa tidak enak hati mendengar cerita Keenan. Andai saja ia menolak ajakan Keenan, sudah pasti kejadian itu tidak akan terjadi.

"Sorry," ucap Gania.

BE MINE (N E W V E R S I O N) [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang