Happy reading....
Dari kejauhan aku melihatnya menyapu teras kelas. Dia dibantu temannya, Nining. Pasti hari ini gilirannya piket. Dia anak kelas 3A dan aku 3C. Jika dari gerbang, aku pasti melewati kelasnya untuk sampai ke kelasku. Usilku kumat. Aku melewati mereka berdua sambil menendang-nendang debu dan sampah hasil sapuan mereka.
"Bandreeeekkkkk!!!" Nining berteriak kesal.
"Apa sih Ning?" ujarku sambil menjambak rambutnya. Aku paling tidak suka dipanggil Bandrek. Memangnnya aku minuman penghangat?
"Lihat nih, sampahnya bertebaran lagi. Kamu pikir ga capek apa nyapu?" teriaknya sambil melotot.
Aku tahu Nining ingin membalas menjitak kepalaku. Tapi jangan harap. Enak saja.
Aku melirik Nana. Wajahnya terlihat menahan marah. Tapi dia tak bersuara.
"Kamu juga mau marah?" tanyaku padanya.
Dia tidak menjawab. Matanya nanar melihatku. Aku juga sulit menggambarkan, antara marah dan takut. Antara mau nangis dan ingin membalas.
Pandangannnya itu... entahlah, membuat aku takut sendiri. Cepat-cepat aku berlalu. Aku tidak mau melihatnya menangis. Murid teladan favorit guru-guru kalau sampai menangis, bahaya. Para guru itu tidak perlu bertanya mengapa Nana menangis. Mereka pasti langsung menuduhku berbuat nakal. Apalagi ada saksi, si Nining.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka