Indraka

265 37 4
                                    


Kali ini aku pengen dedicate untuk @kurusano. Semoga suka...

buat yang lain, happy reading ya...


Setelah bentakannya, aku tidak berani lagi buka suara. Jangankan buka suara, melihatnya saja aku tidak berani. Aku hanya melirik pelan, takut menatapnya langsung. Dia sedang tersedu. Berkali-kali menghapus airmata. Memang tidak keras, tidak meraung. Tapi guncangan bahunya menunjukkan dia menahan rasa.

Memang niat baik tidak selamanya diterima dengan baik. Apalagi jika ekskusinya diluar ekspektasi. Untuk anak ustadz model Nana jelas ini memalukan. Bukan...lebih dari itu, dia merasa naik baiknya hancur selembut-lembutnya.

Tadi saat olahraga, dia sudah dicoba oleh Pak Purwadi, guru olah raga kami, untuk men-serve bola. Aku yang mengenalnya sejak SD jelas tahu. Jangankan melewati net, menyentuh net saja dia tidak sanggup. Yang ada bolanya menggelinding melewati bawah net. Itupun sudah membuat wajahnya memerah karena usaha keras, apalagi lengannya...pasti berubah warna semacam alergi. Ya begitu sejak kecil. Akhirnya Pak Pur menyuruhnya latihan bulu tangkis. Dia membelakangi lapangan karena sedang belajar men-serve shuttlecock pada Evi. Sementara yang main volley anak-anak yang lolos test melambungkan bola sebelumnya.

Saking asyiknya berlatih, dia tidak sadar semakin lama semakin mundur. Saat itu Roni, dari arah lawan, mencoba men-smash bola sangat keras. Aku yang ada di tim sebelah, berada 2 meter di sebelah Farhana.

Melihat bola yang sangat keras dan mengarah padanya, aku berteriak. Sayangnya, anak itu tidak mengerti. Antara bingung dan jengkel, wajahnya malah melihat padaku lama. Akhirnya aku berlari mendekatinya. Aku tutupi kepalanya dengan tangan kananku. Anak itu malah semakin menunduk sehingga maju dan mau jauh. Reflek aku melingkarkan tangan kiriku ke pinggangnya. Sungguh, aku hanya melakukannya agar dia tidak jatuh. Tidak ada maksud berbuat tidak senonoh. Sayangnya fakta itu tidak sampai seperti realitanya pada yang melihat. Bagi mereka, aku memeluk Nana dan mencium bagian belakang kepalanya yang tertutup jilbab.

Terjadi keheningan beberapa detik. Setelahnya...teriakan, siutan, candaan, tertawaan, dan an-an yang lain. Bahkan Nana melakukan pukulan pada bahuku 2 kali. Wajahnya lebih merah daripada saat men-serve bola volley tadi.

Pak Pur marah dan menghukum kami berdua. Aku tidak tahu kenapa Nana juga dihukum, padahal dia kan korban? Korban? Memangnya aku tersangka? Pokoknya kejadiannya begitu. Tadi. Selanjutnya...tau ah...gelap!

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now