Sabtu ini aku kembali ke rumah Dianti untuk belajar fisika sama kakaknya. Tapi ketika aku mengucap salam, yang membuka pintu kak Gilang.
"Dianti ada kak?" tanyaku.
"Perlu sama Dianti apa sama aku?" tanyanya balik sambil tersenyum.
"Ya dua-duanya sih."
"Mau belajar fisika kan?"
Aku mengangguk.
"Ayo masuk."
Aku mengangguk patuh.
"Dianti lagi nganter mama ke supermarket dekat kafe waffle. Katanya nanti aku disuruh nganter kamu kesana."
"Hah?! Berarti Dianti ga ada? Tante juga ga ada di rumah? Kalau om?"
Aku tidak peduli jika pertanyaanku beruntun. Yang aku pikirkan, aku tidak mau ada di rumah berdua dengan laki-laki yang bukan muhrim.
"Ayah juga lagi pergi. Kenapa?"
"Cuma kita berdua?"
"Iya. Memangnya kenapa? Khawatir aku apa-apain?"
"Aku pulang aja kak."
"Ga percaya aku?"
"Bukan ga percaya kakak. Ga percaya sama omongan orang. Timbul fitnah nantinya. Permisi."
"Eh, tunggu."
Aku berhenti, menoleh ke arahnya. Dia menggaruk kepalanya asal.
"Repot juga ya kalo pacaran sama anak ustadz."
"Hah?!"
"Enggak, maksudku kalo kamu khawatir fitnah, kita belajarnya sekalian di kafe waffle deh. Sekalian nunggu Dianti disana. Gimana?"
Aku mengangguk. Dia tersenyum.
"Nah, ayo berangkat."
Aku mengikutinya keluar rumah. Kemudian bergegas menuju sepeda.
"Hey, sepedamu taruh aja. Kita boncengan kesana. Kafe waffle jauh kan?"
Aku bingung. Boncengan? Tuhan, gimana ini?
"Apa? Ayo!"
Dia tidak bertanya aku mau atau tidak. Dia langsung mnyerahkan helm padaku.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka