Dengan segala kerendahan hati, maaf yang sebesar-besarnya sempat ngilang 2 minggu. Bukan niat sih, tapi karena minggu kemarin diajak teman-teman ke luar kota. Terus kemarin juga muter-muter keliling kota. *ini gue kuliah apa penjelajahan, jalan mulu, hehehe
selamat membaca ya guys. Terima kasih untuk yang masih menunggu....
Setelah kejadian memalukan itu, jangan harap Farhana akan datang lagi ke kafe ini di malam Minggu. Aku sudah menguburkan harapanku berharap dia akan melihatku manggung disini. Kecewa? Jelas. Aku ingin melihatnya lagi membulatkan matanya dan meletakkan pencilnya demi mendengarkanku menyanyi. Tapi sekarang, aku menghela nafas hingga sesak pun dia tidak akan datang.
Dalam kondisi begini, aku kok lebih senang melihatnya melotot dan marah padaku ya? Paling tidak, dia masih mau berbicara padaku. Tapi kalau sekarang, jangankan berbicara menolehpun aku tidak yakin dia mau melakukannya padaku. Sampai kemudian Sandy menepuk punggungku. Aku membelokkan leherku padanya. Sandy menggerakkan kepala dan membuatku menoleh ke arah yang ia tuju. Aku melihat Farhana disana! Iya, Nana datang! Aku tidak peduli dia datang dengan siapa. Yang penting dia datang! Entah kenapa kok aku jadi terharu begini. Ingin nangis tapi kok ga pantes ya.
Aku menggigit bibir menahan senyum. Bahagia? Pasti lah. Sandy ikut tersenyum dengan kebahagiaanku. Meski aku tahu pandangannya bukan pada Farhana. Dia melihat pada Bang Agam yang sedang ngobrol dengan kembarannya.
"Aku ke sana dulu ya San," ijinku padanya.
"Aku temani. Biar ga lama. Sepuluh menit lagi kita perform," jawabnya.
"Ayo."
Saat aku mendekat, tatapan Farhana mengenaiku. Dia menunduk tidak mau melihatku. Meski aku sudah memberi senyum paling manis, dia tetap berpaling.
"Datang juga nih," sapa Sandy pada bang Agam.
"Iya. Kan kamu bilang mau manggung. Pengen lihat nih," sahut bang Agam.
"Pengen lihat aku apa pengen ketemu Santi?"
Kulihat bang Agam menegang. Aku kaget dengan kabar ini. Aku tidak pernah tahu kalau bang Agam suka sama Santi. Cowok berwibawa seperti dia saja begitu menghadapi perempuan bagai kena puting belitung, apalagi aku?
"Hai, Drek. Apa kabar?" sapanya mengalihkan perhatian.
"Baik bang," jawabku. "Hai, Na," lanjutku.
"Hai," jawab Farhana dengan suara serak. Ada suasana kaku disana.
"Makasih ya sudah mau datang," kataku berbunga-bunga.
Bang Agam tersenyum.
"Tadi sih ga mau dia. Aku paksa Drek. Ga nyesal kan Na? Indrek ini teman kamu kan?"
Jelas bang Agam ga ngerti. Farhana kembali mengalihkan pandangan ke tempat lain.
"Drek, aku dengar bahasa Inggrismu bagus. Ajarin Farhana ya!"
Baik aku maupun Farhana sama-sama memperlebar pupil mata. Bedanya, aku bahagia dia terlihat horor.
"Gampang bang. Diatur saja. Begitu kan, Na?"
Dan dia tidak menjawab.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Novela JuvenilBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka