Selamat akhir pekan, guys. Dengerin lagu lama dulu ya. Ngikutin PHPnya cuaca di Leeds. Tadi pagi cerah. Eh, pas mau ke pasar gerimis. Ya udah, upload dulu. Siapa tahu agak sorean cerah lagi.
Btw, terima kasih banyak buat kamu yang sudah dengan setia membuka laman ini. Terima kasih untuk read, vote dan komennya. Semua sangat saya apresiasi. Then, happy reading di malam Minggu...
Aku tahu dia menangis. Aku tahu dia tidak siap dengan pernyataanku. Aku tahu dia shocked. Tapi aku sudah tidak bisa memendam rasa ini. Awalnya aku juga ragu, rasa apa yang berkecamuk dihatiku. Aku juga bingung kenapa aku merasa harus melindunginya. Sampai akhirnya aku merasa terbakar cemburu setiap kali melihatnya dengan cowok lain selain aku. Jangan kata si talang air, dia ngomong sama Cicak aku juga kepo.
Aku bukan tipe cowok yang bisa bersabar dengan keadaan. Aku tidak ingin melakukan pedekate yang terlalu lama. Aku kenal dia sudah lama. Sikap ketusnya juga aku sudah terbiasa. Hanya karena dia menganggapku nakal saja makanya dia agak takut berketus-ketus padaku. Selama ini dia lebih banyak menghindar.
Padahal sebenarnya aku keder juga padanya. Kalo aku pemberani, dari dulu sudah aku datangi rumahnya. Tapi cowok mana yang pergi ke rumah Nana tanpa alasan jelas. Belajar bareng? Jangan harap. Ortunya pasti negur, kenapa ga kelompokan sama si itu saja. Kenapa harus sama si ini? Ribet. Dan aku tidak ingin dia dimarahi abi atau mamaknya hanya gara-gara beginian. Hidupnya sebagai remaja, bagiku, sudah sangat mengenaskan. Dia tidak bebas hang out seperti aku. Hidupnya sangat teratur. Kalo aku tambah dengan teguran ortunya, mana aku punya hati?
Menyukai cewek memang bukan pertama kalinya buatku. Aku sempat suka dengan yang lain. Cewek dengan standar cantik bukan hanya menurutku tetapi juga menurut teman-temanku. Tapi ketika aku marah pada Farhan dan Johan di depan warung kopi itu, teman-teman mulai curiga. Mereka mempertanyakan perasaanku. Ketika aku bilang ga ada, mereka memberiku waktu. Ah, bukan waktu tepatnya, tapi kenyataan yang terjadi padaku setelahnya. Mulai aku membenci Gilang karena merebut perhatiannya, aku yang belajar mati-matian demi nilai 100 untuknya, aku yang bersemangat nyanyi kalo ada dia, sampai melindungi kesalahannya. Yang terakhir ini bukan hanya masalah gitar. Aku bahkan pernah melakukannya dulu. Dulu sekali saat dia ikut-ikutan melempari mangga pak Anwar.
Kata teman-teman, hanya cewek model Farhana yang bisa memaksaku untuk berubah. Padahal kenyataannya, terlihat aku yang memaksa dia. Dia memang tidak pernah terlihat memaksaku. Tapi realitanya, dia sudah melakukan banyak paksaan untukku. Saat dia memintaku menjadi imam sholat dhuhur di sekolah, aku menjadi belajar lagi bagaimana sholat yang benar, sholat seorang imam dan sholat seorang makmum. Aku belajar lagi bagaimana membunyikan huruf dalam bahasa Arab. Untunglah pronunciation dalam bahasa Inggris juga sangat membantu. Jadi ingat saat dia mengajariku mengaji. Aku tahu bacaanku belum benar. Tapi karena takut, dia menaikkan halaman bacaanku. Jadi apa salah jika aku jatuh cinta pada perempuan yang mengajakku menjadi lebih baik?
Sebenarnya, tadi saat Farhana ke rumah, aku yang deg-degan. Aku yang salah tingkah dan ga bisa ngomong. Tapi karena dia bingung sendiri, aku jadi punya ide menggodanya. Ternyata dia terlalu sensitif sampai maksa-maksa Adis untuk jadi pacarku. Kesempatan itulah yang aku gunakan dengan sangat baik.
Sejujurnya, aku bingung bagaimana mengutarakan isi hatiku pada Farhana. Aku bahkan sempat bepikiran untuk memakai Adis untuk memancing perasaan Farhana. Aku ingin membuatnya cemburu. Sayangnya anak itu seakan tak bereaksi. Bahkan apa yang dia utarakan kemarin membuatku khawatir. Bukannya dapet Farhana malah beneran dapet Adis. Jelas aku blingsatan tak karuan. Selagi ada kesempatan, itulah yang kupakai. Dan ternyata begini reaksinya. Na, sejelek itukah aku di matamu? Kapan kamu mau ngelihat aku?
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka