Welcome weekend, and happy reading guys...
Aku memegang kertas hasil ulangan dengan bangga. Mungkin orang lain melihat seringai jahat di wajahku. Aku menoleh ke tempat duduk Farhana. Dia sibuk membandingkan hasil ulangan bahasa Inggrisnya dengan teman sebangkunya, Dianti.
Aku mendekatinya sambil cengar-cengir bangga. Begitu sampai di samping bangkunya, aku langsung meletakkan kertas hasil ulanganku. Dia terlihat kaget. Dia mendongak. Terlihat wajah kebingungannya. Mataku memberikan kode agar dia melihat ke kertas di atas bangkunya. Arah penglihatannya menunduk. Tapi dua detik kemudian dia kembali mendongak.
"Apa?" tanyanya.
"Nilaiku 100," jawabku.
"Iya, aku tahu. Terus kenapa?"
"Kenapa? Lupa ya?"
Dia terdiam sebentar.
"Aku ga lupa, Dra. Tapi nilaiku sudah tuntas kok," katanya sambil memperlihatkan nilainya, 87.
Aku mulai emosi. Ini anak mau menghindar.
"Terus? Kalo nilaimu sudah tuntas perjanjian kita batal?"
Dia mengangguk.
"Siapa yang bilang begitu? Ga ada itu perjanjian begitu. Yang aku tahu begitu nilaiku 100, kamu belajar sama aku."
"Tapi yang maksa bikin perjanjian kan kamu, Dra. Bukan aku."
"Tapi kamu kan ga nolak?"
"Kalo aku nolak sekarang?"
"Ya ga bisa. Mana ada perjanjian begitu?"
"Kenapa banyak sekali aturan yang harus aku lakukan buat kamu ya, Dra."
"Ya mana aku tahu? Masa salah aku?"
Aku menjawabnya sambil menahan senyum. Wajah Farhana tidak bisa aku lihat karena dia menunduk. Tapi aku yakin binar matanya meredup. Dan itu aku abaikan. Perjanjian tetap perjanjian. Aku memperhatikannya, gemas. Sementara di sebelahnya, Dianti terperangah. Andai aku bawa tang, ingin aku satukan bibir atas dan bawahnya agar tidak keluar suara.
"Kamu atur hari dan jamnya. Seminggu sekali," kataku pada Farhana.
"Kalo benturan sama jadwal latihanmu, batal ya," katanya mencoba menawar.
"Ga bakal benturan. Latihan band aku yang tentukan. Yang penting kamu!"
Ciyeeee....... suara teman-teman sekelas serempak dan ramai. Kami berdua menoleh ke sekeliling. Aku tidak sadar suaraku sekeras itu sampai teman-teman yang lain bisa mendengarnya. Dan kulihat wajah Farhana kecipratan saos tomat.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka