Farhana

226 32 1
                                    

Lanjut ya guys...


Aku menghela nafas. Aku kuatkan menatap laki-laki yang tengah makan bakso didepanku ini. Biasanya dia selalu ingin menatapku. Kali ini dia menunduk, pura-pura serius dengan baksonya.

"Ndrak, kita ini penjajakan kan? Penjajakan untuk masa depan kan?"

Dia diam. Aku jadi malu sendiri. Jadi aku ikut diam. Aku menikmati mie ayam di depanku. Lama kami hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu beradu.

Akhirnya aku mengangkat wajah. Disaat yang sama dia juga sedang menatapku. Aku berusaha menghindar. Tapi dia justru memegang mangkokku. Jelas aku terhenyak.

"Kamu kan sudah janji ga tuker mangkok," kataku.

"Iya, ga. Ga tuker. Tapi jelaskan dong biar aku paham maksudmu. Serius tapi ga mau orang lain tahu itu maksudnya apa?"

"Serius itu maksudnya niat kita untuk penjajakan serius. Ga perlu alay pake aniv-anivan. Biasa aja. Ga perlu pengumuman juga. Kalo gagal malu, kadung heboh eh...buyar."

Dia mendengarkanku. Sendok dan garpunya tergeletak di pinggir mangkok.

"Jadi, ga perlu heboh-hebohan. Biasa aja. Jangan sampai hubungan kita menganggu hubungan kita dengan teman yang lain. Lagian, yang heboh-heboh biasanya rentan berantem. Kalo sudah berantem jadi marahan, seluruh sekolah tahu. Duh...malu, Ndrak."

Dia masih diam. Aku bingung.

"Ntar kalo ga pengumuman, ada orang lain yang suka salah satu dari kita gimana?" tanyanya.

"Gitu aja kok bingung. Apa bisa kita mengatur rasa orang lain? Yang bisa kita lakukan adalah mengatur rasa kita sendiri. Mau orang lain suka seperti apa sama kita kalo kitanya ga nanggapi, ya ga jadi," jawabku.

"Kamu dewasa sekali ya, Na."

Duh, kenapa dia bilang begitu? Aku kan jadi salah tingkah.

"Tapi Na, maksud kamu serius itu...niat serius untuk masa depan...maksudnya bisa jadi kita jadi suami istri?"

Duh, dia memperjelas. Aku malu. Mukaku rasanya menghangat.

"Beneran?" tanyanya lagi.

Aku semakin salah tingkah.

"Jadi kamu mau jadi calon istriku?" tanyanya dengan volume menanjak.

Sumpah, aku malu tak terhindari. Aku menunduk.

Tiba-tiba dia menarik mangkokku dan menggantinya dengan mangkoknya. Aku terperangah.

"Kamu bilang ga tuker mangkok?" protesku.

"Kalo ga mau tuker mangkok, ntar aku pegumuman loh."

"Pengumuman apa?"

"Kalo kamu mau jadi istriku!" sahutnya dengan mata nakal. Dan aku tak berkutik.

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now