Sampai saat ini, kata-kata Indraka masih terngiang-ngiang. Aku ga mau belajar sama Indraka. Dia anak nakal. Teman-temannya bukan anak yang rajin belajar. Kalau dipikir-pikir dari cara dia belajar memang tidak mungkin dia akan mendapat nilai 100. Tapi takdir apa aku yang menentukan? Apalagi kalau ternyata dia betul-betul usaha keras untuk mendapatkannya. Aku bisa apa?
Sepuluh tahun kenal dia, kenapa baru setelah SMA aku sekelas dengannya? Kalau dulu kan aku aman-aman saja. Aman untuk menghindar maksudnya. Kali ini kan tidak bisa. Mau tidak mau aku akan selalu bertemu dengannya. Hebatnya lagi, dia tidak pernah membolos sekarang. Tapi penyakit telatnya tetap.
Pagi ini dia sudah ada di kelas. Aneh memang. Biasanya aku yang paling dulu. Kali ini aku lihat dia sudah senyum-senyum padaku dari bangkunya. Jadinya, aku yang salah tingkah.
"Apa?!" tanyaku, sedikit nantang.
"Ga usah jutek gitu. Senyum itu ibadah," jawabnya.
Kali ini aku yang tidak bisa menyanggah.
"Sudah belajar?" tanyanya.
Aku menatapnya heran. Belajar? Kenapa pake nanya?
"Hari ini ulangan harian bahasa Inggris," tambahnya, santai.
"Hah?"
Aku mulai panik. Aku betul-betul lupa. Bahasa Inggris? Aduh! Aku ga bisa bahasa Inggris. Aku bisanya bahasa Arab. Waktu di MTs aku jago bahasa Arab. Soalnya diajari abi juga. Bahasa Inggris aku belajar sendiri. Dan sering salah.
"Makanya aku ingatin. Jangan cuma belajar fisika saja."
Aduh, ini anak. Bukannya bikin aku nyaman malah pake nyindir-nyindir.
"Santai, masih ada waktu belajar."
Aku tetap termenung. Apa yang harus aku pelajari?
"Mau belajar sama aku?"
Aku menggeleng.
"Yakin?"
Aku mulai ragu. Meski nakal, untuk urusan bahasa Inggris, dia paling bisa diantara teman-teman sekelas.
Aku akhirnya duduk di sampingnya. Jangan ditanya seperti apa panas dinginnya.
Dia menggeser tempat duduknya untuk memberiku tempat lebih luas untuk duduk.
"Materinya question tag sama passive voice."
Aduh, apaan itu? Kalimat pasif aku mengerti tapi aku tidak hafal kata kerja dan perubahannya.
"Ga usah tegang."
Dan dia mulai mengajariku. Benar-benar mengajariku.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka