Just wanna say, happy reading...
Aku mengipas muka yang berharap anginnya menyusup ke leher yang berpeluh. Aku baru duduk di bangku dan minum air botolan yang aku bawa dari rumah ketika Adis mendekat ke arahku. Aktifitas minum aku hentikan.
"Hai!" sapaku.
"Hai," balasnya lemah.
Setelahnya dia duduk di depanku. Wajahnya...antara lesu dan menahan marah.
"Ada apa, Dis? Sabtu besok ga bisa jemput aku? Ga pa-pa, bang Agam mudik. Mungkin nanti aku lihat performance kalian bareng bang Agam."
Aku menebak dan merespon dengan asal. Seperti tahu masalah Adis.
Adis menghela nafas, kemudian berdiri.
"Na, kalo kamu ga ikhlas jangan pura-pura. Aku ga mau berharap sia-sia," katanya. Dan aku tahu dia benar-benar menahan marah.
"Maksud kamu apa ya?" tanyaku bingung.
Sebagian teman-teman sudah melihat ke arah kami.
"Kamu bilang ga ada rasa sama Indrek, ternyata kemarin makan bakso berdua!"
Jrenk!
Aku berasa mendengar sound effect film horror. Adis melihat kami berdua? Kemarin aku sempat khawatir ada yang lihat. Tapi saat itu aku bilang tidak masalah, meski dalam hati. Tidak masalah karena memang tidak ada apa-apa antara aku dan Indraka. Sekarang kejadiannya begini kenapa aku jadi tegang? Harusnya aku kan bisa memberi alasan dengan gampang?
Mataku menangkap pandangan horor Indraka. Sepertinya dia juga sedang tegang. Apakah dia sudah tahu atau akan tahu kejadian ini?
"Kami kemarin ga sengaja ketemu Dis, jadinya sekalian satu meja," jawabku.
Adduh bego banget jawaban ini.
"Maksud kamu Indrek ngebakso sendiri dan kamu juga ngebakso sendiri? Terus kalian ga sengaja ketemu, terus sekalian makan satu meja? Helloww...Indrek makan di warung bakso sendiri aku percaya, Na. Lah kamu? Kamu makan bakso sendiri di warung? Sampai lebaran monyet juga ga ada yang percaya, Na." Teriakannya ini bikin seluruh kelas menoleh. Sungguh aku tidak punya muka ketahuan makan bareng Indraka.
Aku melihat Indraka berdiri dan berjalan ke arah kami.
"Terus, kalau kami makan bakso berdua kenapa?" tanya Indraka keras.
Semakin banyaklah mata yang melihat kami. Bukan banyak, tapi semua mata yang ada di kelas itu. Rasanya aku mau pingsan.
Adis berbalik menatap Indraka.
"Kalian pacaran kan?" tegasnya.
"Kalau iya, kenapa?" tantang Indraka.
Dianti yang duduk di sebelahku memperlebar pupil matanya.
Indrekkkkkk....kamu bener-bener sedeng ya! Maksud kamu apa ngomong begitu? Sekali lagi, aku hanya bisa ngomong dalam hati. Mataku hanya bisa berkaca-kaca.
"Jadi kalian benar-benar pacaran?" tanya Dianti.
"Ga Di, ga," elakku lemah.
"Ga perlu laporan sama kamu kan? Ga perlu juga bikin acara alay katakan cinta kan?" celoteh Indraka.
Drak, kamu apa-apaan?
Dan aku mengangis tanpa suara....
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka