Ini ga salah? Indraka tersenyum dan ngasih jempol padaku? Maksudnya apa?
Aaaarrrggghh.... ini bikin aku ga konsen ulangan. Aku masih terbayang-bayang senyum tulusnya tadi sebelum ulangan. Mungkinkah dia memberiku semangat? Tapi kok bisa ya? Apakah urusan kami sudah selesai? Ah, bisa jadi. Dia tidak akan lagi mengganggu aku. Kan sudah ada Adis.
Tapi kenapa selesai ulangan bahasa Inggris dia ke bangkuku? Belum lagi pertanyaannya yang bikin aku bingung.
"Kenal Adis dimana?" tanyanya sambil tersenyum penuh arti.
Aku menggeleng.
"Aku ga kenal Adis," jawabku.
"Kata Cicak kamu kenal. Malah katanya kamu nanyain dia."
Adduh...si Wicak, dodol bener! Yang ngasi info tentang Adis kan dia. Aku kan cuma mau nanya harga gitar. Tapi gara-gara aku mengalihkan omongan agar dia ga tahu kalo aku yang ngerusak gitar, jadinya obrolan jadi berbelok.
Aku menatap Indraka yang masih tersenyum padaku.
"Dra, aku bisa ngomong bentar?"
"Bisa," jawabnya sambil melirik Dianti yang duduk di sebelahku. "Disini?" lanjutnya.
"Keluar bentar yuk," jawabku. Aku juga ikut-ikutan Indraka melirik Dianti yang melihat kami penuh curiga.
Kami jalan berdua keluar kelas. Ada waktu sekitar 5 menit sebelum pelajaran selanjutnya. Teman-teman melihat ke arah kami semua. Memang ini pertama kalinya aku berjalan dengan sengaja dengan laki-laki. Dengan Indraka lagi! Maka wajar jika semua pandangan heran tertuju pada kami.
Begitu diluar kelas, Indraka langsung balik kanan menghadapku.
"Ada apa?" tanyanya. Tetap tersenyum.
"Tadi Wicak salah paham. Sebenarnya aku cuma ingin tahu harga gitar yang aku rusak," jawabku sambil menghindari tatapan matanya.
Kudengar dia menghela nafas.
"Terus?"
"Kan sebenarnya aku yang ngerusak, Dra."
"Kamu mau ganti?"
Aku mendongak ke arahnya dan mengangguk.
"Harga second-nya 560 ribu."
Uhuk! Aku terbatuk. Jelas terkegut. Aku bingung menghitung hari. Entah butuh berapa waktu bagiku untuk mengumpulkan uang sebanyak itu. Dan itu bukan harga untuk barang baru.
"Mahal ya..." tak sadar aku berkata lirih.
"Aku kan ga nyuruh kamu ganti, Na. Itu tanggung jawabku. Aku yang membawa gitar itu keluar ruangan. Jadi aku yang salah."
Dia berkata sangat panjang.
"Tapi kamu memang salah. Jadi kamu harus ganti rugi."
Tadi aku sudah akan bernafas lega. Tapi kalau begini, nafasku tertahan lagi.
"Aku minta waktu ya< Dra. Duitku belum cukup."
"Yang nyuruh kamu ganti gitar siapa?"
"Terus?"
"Aku kan bilang ganti rugi."
"Jadi kalian mau pacaran sampai kapan?"
Aku dan Indraka sama-sama melebarkan mata. Di sebelah sudah ada Bu Nining yang siap mengajar matematika di kelas kami. Beliau sedang melipat tangan dan berjarak 50 centimeter dari kami.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Dla nastolatkówBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka