Apa kabar Indonesia?
Malam Minggu hujannya deres?
Kalo gitu, baca ini aja, hehehe....
Ada sorot penyesalan di matanya. Aku tidak menolongnya kali ini. Dia terjatuh di atas gitarku. Dan itu meninggalkan barut jelas di sebelah kanannya.
Apa yang salah dengan hari ini? Aku hanya menunggunya untuk aku ajak ke perpus kota. Itu saja. Tapi entah, latihan yang awalnya aku lakukan di ruangan musik jadi pindah ke depan pintu ruang OSIS. Saat pintu terbuka, aku berdiri. Aku hanya ingin menyambutnya. Meski dia tidak membalas senyumku, dia melihat padaku saja sudah cukup. Lantas kenapa ini si talang air sok-sokan menghalangi pertemuanku dengannya. Pakai dorong-dorong sampai dia terjatuh dan merusak gitarku.
Melihatnya, jelas aku dan Gilang tidak jadi perang. Kami sama-sama menoleh padanya. Sialnya, karena emosi, aku mengambil gitar dengan kasar dan membiarkannya disana. Bahkan apa yang dia ucapkan aku tidak jelas mendengarnya. Saat itu, aku hanya ingin melapor pada pak Rusdi kalau gitar sekolah tidak sengaja rusak. Tepatnya, aku yang merusaknya. Lantaran aku mainkan diluar gitar itu rusak.
Ya, gitar itu properti sekolah. Harusnya instrument itu tidak boleh keluar ruangan tanpa ijin guru pembina. Dan jika kejadiannya begini, maka aku harus bertanggung jawab. Aku tidak ingin orang lain yang membuat laporan. Bisa-bisa laporannya ditambah-tambahi, apalagi sampai menyalahkan Farhana. Anak itu tidak tahu apa-apa. Dia korban. Dan aku lupa menenangkannya. Meski sempat menoleh ke belakang dan melihat Farhana mengikuti arah jalanku, aku tahu, si talang air akan mengambil kesempatan ini.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka