Happy reading, guys....
"Kamu ngapain ke sini?" aku terkejut.
Ini sudah jam pulang. Tapi untuk kelas yang giliran sholat dhuhur di sekolah memang pulang lebih siang. Aku sudah siap-siap pulang. Aku hanya merapikan buku dan sarung titipan bang Agam. Tadi dia bawa 2 sarung. Aneh memang abang aku itu.
"Ssssstttt...," bisik Indraka sambil menegakkan jari telunjuknya di depan mulutnya.
"Iya sudah, kalau kamu mau disini. Aku mau pulang. Jadi jangan tarik-tarik rokku," ujarku kesal.
Indraka masuk ke kelasku memang berjingkat. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Kemudian jongkok disebelah tempat dudukku. Setelah itu dia menggunakan rokku untuk menutupi mukanya.
"Tahan sebentar. Lima menit ya?" pintanya sambil menunjukkan jari tangan kanannya.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Aku lupa ga bawa sarung. Sekarang giliran kelasku sholat berjamaah," jawabnya pelan.
Aku menatapnya. Takut juga sebenarnya anak nakal ini dekat-dekat aku. Panas dingin
rasanya.
"Ngapain kamu lihat-lihat aku? Lihat depan! Biar tidak ada guru yang curiga," perintahnya.
Aku tidak bisa menurutinya.
Dia yang tadinya bersembunyi dengan waspada, balik melihatku.
"Kamu ga percaya sama aku? Aku sholat Na. Sholat di rumah. Ini karena aku ga bawa sarung."
Iya, dia memang memakai celana pendek. Anak laki-laki yang bersekolah di SD negeri memang bercelana pendek. Tidak seperti di kota, di kampung kami bersekolah SD negeri sudah cukup. Sorenya kami belajar mengaji di musholla. Orang tua kami tidak ada yang berpikiran untuk menyekolahkan di sekolah agama terpadu.
"Aku ada sarung. Mau pinjam?" tanyaku.
Dia tertegun.
"Mau tidak?" ulangku.
Dia terlihat kesal. Dia keluar dari persembunyian di balik rokku dan pergi meninggalkanku.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka