Indraka

204 26 1
                                    

....then, happy reading....


"Wush.....keren amat hari ini. Gini juga dong kalo tampil," sapa Cicak sesaat aku duduk di bangku kami.

"Keren?"

"Iya, keren," tegasnya.

Aku senyum-senyum.

"Ga usah gitu juga kalo Drek. Iya, kamu cakep. Cuma urakan. Ga pernah nih dandan sekeren ini."

"Dandan?" kali ini aku mulai bingung.

"Iya. Biasanya pake dasi aja miring-miring. Ini pake syal, indah beneeer."

Aku terbahak. Akhirnya aku mengerti.

"Dapat inspirasi dari mana?" tanyanya.

"Farhana."

"Hah?!"

Aku sudah yakin Cicak bakal bertanya.

"Maksudnya?"

"Syal ini dikasih Farhana. Kado ulang tahun. Dia rajut sendiri," jawabku pelan.

Cicak membelalak. Aku mengangguk, yakin.

"Saadddaaappp....pantas kau pakai dengan rapi. Rupanya pake hati."

"Diam, jangan keras-keras. Ntar dia malu. Kejadian lagi kayak kemarin," kataku hati-hati.

"Jangan-jangan sebenarnya dia suka kamu, Drek."

Kalimat Cicak ini bikin hatiku berdesir sesaat. Benarkah?

"Yang jelas dia ga benci aku. Itu sudah cukup," jawabku.

"Kejar terus Drek. Gila, bisa juga anak setengil kamu dapat anak ustadz."

"Cak, pelan. Kalo ada yang denger kasian Farhana."

Cicak diam sesaat.

"Drek, kamu sayang bener ya sama Farhana?"

Aku langsung menoleh ke Cicak. Matanya kutatap tajam.

"Indrek yang aku kenal itu anaknya bebas, merdeka. Sesuka dia. Sekarang, dia jadi memikirkan perasaan orang lain. Bahkan ketika dia suka orang itu, dia tidak memaksa. Asal Farhana tidak membenci, itu sudah cukup. Sobat, salut aku sama pengorbananmu."

Baru kali ini aku mendengarkan Cicak ceramah panjang lebar. Baru kali ini juga omongannya nyambung. Biasanya ditanya apa jawabannya apa.

"jadi setelah ini rencanamu apa?"

Aku menggeleng.

"Ga ada?"

Aku diam.

"Yang jelas aku masih punya 2 kali jatah ditonton Farhana pas manggung di kafe waffle," kataku sambil tersenyum.

"Itu saja? Dan kamu sudah bahagia?" selidik Cicak.

"Aku juga punya jatah untuk mengajarinya bahasa Inggris dan Fisika tiap Sabtu."

"Segitu cukup?"

Aku mengangguk.

"Terus pacarannya kapan?"

Aku dorong kepalanya. Kesal.

"Mendapat kepercayaannya saja itu sudah prestasi! Kamu tahu kalo dia ga percaya aku sejak kecil? Kalo sekarang dia tidak lagi takut sama aku, itu artinya dia sudah percaya sama aku. Untuk saat ini, itu cukup!"

Cicak menggaruk kepalanya.

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now