Sori ya guys, lagi absurd. Jadi uploadnya suka-suka. Apalagi kalau sudah kena deadline buat submit ke supervisor, hehehe
Happy reading ya....
Na, andai aku generasi 1990an, mungkin aku akan menulis surat untukmu. Mengirimnya lewat Cicak dan aku akan bersembunyi agar tidak bertemu kamu karena malu. Namun setelah itu aku diam-diam akan mengintip kamu membaca suratku. Aku akan penasaran melihat ekspresi wajahmu ketika membaca tulisanku. Sayangnya ini sudah 2018, dan aku bukan tipe laki-laki pemalu yang tidak berani menghadapi raut mukamu. Aku laki-laki yang kuat menahan malu asal kamu tidak salah paham denganku. Tapi apa yang harus aku perbuat ketika semua tingkahku menjadi salah dimatamu. Bahkan niatku pun jadi salah dipikiranmu.
Na, dari semua teman yang kamu punya sejak kecil, hanya aku yang tahan dengan jutekmu. Hanya aku yang berani dengan tatapan sadismu. Dan hanya aku yang kuat dengan segala penolakanmu. Aku tahu, dibalik sadismu, kamu anak baik. Teramat baik bahkan. Kamu satu-satunya yang tetap memangilku Indraka ketika semua orang memanggilku Bandrek. Kamu satu-satunya yang percaya kalau aku masih layak jadi imam sholat dhuhur meski ngajiku tidak lancar. Dan kamu satu-satunya yang menghargai kemampuanku. Aku masih ingat kamu masih mau aku ajari bahasa Inggris yang kemudian nilaimu lebih bagus dariku. Saat itu kamu bahkan sempat minta maaf padaku. Kamu juga sempat jeda belajar hanya untuk melihat aku menyanyi. Kamu bilang suaraku enak. Pujian tulusmu itu yang bikin aku percaya bahwa segala ucapanmu patut aku masukkan dalam hati.
Aku tahu, sejak kecil kamu menjadi pusat perhatian karena kamu anak ustadz Jamal. Semua orang selalu menilaimu. Tapi jujur, aku memperhatikanmu karena kamu cantik, dalam kesederhanaanmu. Kamu bukan anak gaul seperti remaja kebanyakan. Kamu bergaul seadanya. Dan untuk itu kamu sudah membuat aturan pertemanan. Mana pernah kamu menghabiskan akhir pekan dengan jalan di mall? Mana pernah kamu datang dengan sengaja ke kafe? Mana pernah kamu menghabiskan malam Minggu dengan teman-teman sebaya?
Untuk anak sealim kamu, aku cuma punya niat agar kamu tetap jadi alim. Aku jelas bukan anak alim, kamu tahu itu. Aku anak pecicilan. Tapi kok aku tidak rela jika kamu tidak lagi baik. Aku ingin melindungimu untuk tetap menjadi anak baik. Hanya itu, Na. Kamu ngerti kan? Kamu mau kan?
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka