Farhana

320 38 0
                                    


"Siang sekali pulangmu, Na. Ini sudah lewat adzan ashar," tegur Mamak.

"Iya, tadi ban sepeda Nana gembos mak," sahutku.

"Terus?"

"Ditolong Indraka."

Indraka yang baru selesai meletakkan sepedaku menghampiri mamak.

"Maaf bu. Tadi ban sepeda Nana bocor. Nana sudah kecapekan nuntun. Jadi saya antar kesini."

Mamak melihat Indraka dari atas ke bawah.

"Teman sekolah Nana?" selidik mamak.

"Iya, waktu SD," jawab Indraka.

"Tadi kebetulan ketemu di jalan," imbuhnya.

"Dia anak Pak Rudi, mak. Juragan batik kampung sebelah," jelasku. Aku tahu Mamak tidak suka aku diantar laki-laki. Aku cuma mau menjelaskan bahwa Indraka punya orang tua yang bisa ditemui kalau memang dia salah.

"Iya bu. Rumah saya di kampung sebelah. Nana belum tahu tukang tambal ban terdekat, jadi saya bantu."

"Lain kali, bawa hape saja Na."

Abi yang baru pulang dari jamaah sholat ashar ikut menimpali.

"Kan tidak boleh hape ke sekolah ustadz," sela Indraka.

"Kalau begitu, pinjam telepon sekolah. Bilang kamu minta dijemput karena ban sepeda bocor. Begitu. Ngerti?"

Aku mengangguk.

Indraka pamit pulang. Dan aku ingat uang tambal bannya.

"Mak, uang tambal bannya Indra yang bayar tadi. Uang Nana sudah habis." aku berteriak.

"Ga usah Na. Sudah kok. Aku permisi."

Dia pergi meski Mamak memanggilnya.

Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now