Indraka

332 35 0
                                    


Happy reading....


Aku sering nongkrong disini bersama teman-teman. Saat suntuk dengan pelajaran sekolah, aku akan janjian bolos disini. Kadang juga mengomongin anak sok jago yang harus kita beresin. Kelas 9 bukannya fokus belajar malah sibuk nambah teman. Tapi disitulah sensasinya.

Aku sering melihat Farhana bersepeda lewat situ bersama temannya. Dia berjilbab sekarang. Entahlah, tuntutan sekolah, tuntutan orang tuanya, atau kemauannya sendiri. Dia tidak pernah menolehku. Sepedanya dipacu cepat ketika melewati warung kopi ini. Bahkan ketika berhenti untuk membeli es teh pun, dia tidak mau menyapaku. Pandangannya berpaling, pura-pura tak kenal. Dan dia masih terlihat ketakutan. Bedanya, dia lebih jutek!

Siang ini aku sudah melihat temannya itu melewati kami. Farhana kemana ya? Aku menoleh ke arah biasanya Farhana lewat, tapi nihil.

"Kamu kayak lagi orang nunggu, Drek. Ada apa noleh ke utara terus?" tanya Farhan santai.

"Yang kita tunggu masih di sekolahnya. Kita kan janjian jam 4 disini?" Tambah Johan.

Aku diam saja sambil menghabiskan hisapan terakhir rokokku.

Ketika aku melempar puntung rokok itulah aku melihat Farhana menuntun sepedanya. Aku tertegun. Dia tertunduk.

"Eh, ada neng Nana. Kok sendirian neng?" Farhan mulai usil.

"Wah, bannya gembos ya? Mau abang anter neng?" si Johan ikut-ikutan cari perkara.

Wajah Farhana sudah ketakutan. Dia mempercepat langkahnya.

Aku menahan tuntunan sepedanya.

"Sepedamu gembos?" tanyaku.

Dia mengangguk.

"Permisi," lanjutnya.

Aku tetap menahan lajunya.

"Permisi Dra," katanya lagi.

Dengan cuek aku mengambil alih stang yang dia pegang. Otomatis dia menghindar. Anak alim mana mau kulitnya tersentuh sama yang bukan muhrim?

"Kamu mau ngapain?" tanyanya.

"Kamu mau disini apa ikut aku?" tanyaku tanpa basa-basi.

Dia kebingungan.

"Kalau capek tunggu disini. Aman kok. Kalau ada temanku yang usil, bilang saja."

"Kamu mau kemana?"

"Nembel ban sepada kamu. Kamu tunggu sini ya. Biar ga capek"

Dia terlihat ragu-ragu.

"Mas Reki, saya pergi sebentar ya. Titip temen nih cewek. Jangan sampai retak."

"Siap Drek. Masuk sini mbak. Disitu panas," ajak Mas Reki.

"Johan, Farhan. Jangan sampai aku lihat Farhana nangis. Kalian berhadapan sama aku."

"Wush...galak amat bos?" ejek Farhan.

"Iya Drek, mumpung lagi sama kita nih. Aku ajari gaul ya."

Aku tahu maksud Johan bercanda. Tapi aku tidak mau Farhana ketakutan.

Aku membanting sepeda Farhana dan mencengkeram krah Johan.

"Sekali lagi kamu bilang begitu, rumah sakit pulangmu. Ngerti?!"


Indraka dan FarhanaWhere stories live. Discover now