Happy reading, kawans...
Ini hari Senin. Meski tak suka, kami harus ikut upacara bendera. Aku berbaris di barisan laki-laki kelas 3. Sekolah kami memiliki halaman yang sangat luas. Sengaja para guru memisahkan barisan murid laki-laki dan perempuan karena berdasarkan pengalaman, setiap berbaris untuk upacara, murid laki-laki sering sekali mengusili anak perempuan. Jadilah kami dipisah.
Kali ini aku kebagian di barisan samping. Aku melihat Farhana sedang berbisik pada Dewi sambil sesekali melihatku. Aku jadi ge-er. Apa mungkin mereka sedang membicarakan aku?
Begitu upacara selesai, aku mendengar suara Dewi memanggilku. Ah, benar ternyata. Tapi ada apa ya?
"Drek, Nana mau minta tolong kamu," katanya.
"Hah? Ada apa?" aku memang terkejut. Mana mungkin Nana minta tolong aku? Ngomong aja ga pernah. Sembunyi di balik roknya itu adalah komunikasi kami terpanjang.
"Adiknya yang masih TK minta yoyo. Nana ga tahu caranya beli. Bang Agam lagi sakit. Ga masuk hari ini," jelas Dewi.
Yang ada perlu tidak langsung melihatku. Dia menunduk, antara takut dan malu. Mungkin dia takut karena kemarin menolak menolongku bersembunyi. Mungkin juga dia takut karena selama ini memang dia menghindar dari aku. Akhirnya, aku yang mendekatinya.
"Hasby minta yoyo?" tanyaku padanya.
Dia mengangguk.
"Mamak menyuruhku minta tolong kamu. Aku tidak tahu caranya memilih yoyo," katanya pelan.
Aku mengangguk. Jangankan memilih yoyo, aku bahkan tidak yakin dia bisa memegang yoyo.
"Mana uangnya?" pintaku.
Dia memberiku uang dua ribu rupiah. Bergegas aku menghampiri Pak lek Seno, penjual yoyo. Aku memilih yoyo yang berukuran kecil. Aku coba berkali-kali sampai akhirnya aku temukan yang paling lincah gerakannya.
Nana melihatku dari jauh. Aku menunjukkan yoyo itu, tapi dia diam saja. Setelah membayar, aku menghampirinya.
"Ini yoyo yang paling enak mainnya. Aku pilihkan yang kecil karena untuk Hasby."
Dia mengangguk.
"Mau coba?"
Dia menggeleng.
"Harganya memang 2 ribu. Ga bisa ditawar," lanjutku.
"Iya ga pa-pa. Kata bang Agam harganya memang segitu."
Aku mengangguk.
"Terima kasih, ya."
Alamak, dia bilang terima kasih? Untuk anak sebengal aku?
Baru kali ini ada orang berterima kasih padaku. Aku senang sekali. Hebatnya lagi, yang berterima kasih si Nana. Anak jutek yang tidak mau dekat-dekat padaku.
YOU ARE READING
Indraka dan Farhana
Teen FictionBuat Indraka, Kamu kapan tobat? Farhana Buat Farhana, Kamu kapan ngeliat aku? Indraka