[57] Imperfect

2.1K 107 0
                                    

Vote dulu yuk!😊
○○○

"Nathalie."

Nathalie menghentikan langkahnya begitu mendengar seseorang memanggil namanya. Ia mengenali suara bariton itu. Suara yang belakangan ini jarang sekali terdengar di telinga Nathalie. Itu adalah suara..

"Kenzo?!" Ujar Nathalie dengan nada sedikit terkejut.

Pasalnya, baru hari ini Nathalie kembali melihat Kenzo setelah hampir satu minggu cowok itu menghilang entah kemana setelah mengunjungi rumahnya kala itu. Besoknya, Kenzo absen dari sekolah setelah malam itu. Kabarnya, cowok itu kembali ke Los Angeles untuk berlibur bersama keluarganya. Namun ketika Nathalie bertanya pada papanya, Devano menjawab bahwa Freddy--papa Kenzo, baru saja melakukan meeting dengannya empat hari yang lalu.

"Hai." Sapa Kenzo kikuk.

Nathalie mengerutkan kening. Cowok itu terlihat pucat sekali. Wajahnya terlihat begitu lesu dengan kantung mata yang menghitam. Penampilannya juga sedikit berantakan, tidak seperti Kenzo biasanya.

"Lo kemana aja, Ken?"

Kenzo tersenyum tipis. "Ngobrol, yuk? Gue kangen."

Meskipun bingung, Nathalie tetap mengikuti Kenzo yang mengajaknya menuju ruang musik yang biasa digunakan untuk acara pentas tahunan sekolah. Cowok itu mengajaknya menuju mini stage dan duduk di kursi yang berhadapan dengan grand piano hitam. Nathalie tersenyum kecil. Ia merasa deja vu. Waktu itu, Nathalie pernah berada disini. Duduk, memainkan piano sembari mengingat kenangannya bersama sahabat kecilnya.

"Nat,"

Nathalie menoleh sembari mengangkat kedua alisnya.

"Lo bisa main piano?"

Nathalie tersenyum kecil. Tanpa menjawab pertanyaan Kenzo, cewek itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Jemari lentiknya mendarat diatas tuts piano tersebut, menekannya, hingga terdengarlah sebuah melodi indah dari permainan pianonya. Nathalie begitu menghayati permainan pianonya hingga ia tak menyadari bahwa di sampingnya, Kenzo memandanginya dengan sebuah senyum tipis dan mata yang memerah.

Aku kangen kamu, Sa, batinnya.

Kenzo menghela napas panjang. Setelahnya, jemarinya ikut menari diatas tuts piano, menyamakan irama dan melodi yang dimainkan oleh Nathalie.

Nathalie terkejut. Sampai-sampai, jemarinya berhenti memainkan tuts piano tersebut. Matanya memandang Kenzo dengan sorot tak percaya. Yang ditatap hanya meliriknya sekilas kemudian mengukir senyum tipis pada bibirnya sampai permainan piano itu selesai.

"Gue pengen jadi pianis terkenal." Ujar Kenzo tiba-tiba, membuat Nathalie menatapnya dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Gue juga pengen jadi pemain basket." Ujarnya kembali dengan mata yang fokus menatap dalam manik mata amber itu.

"Lo tau gak, Nat?" Kenzo menggerakkan tangannya untuk membenarkan tataan rambut Nathalie. "Dari dulu, gue nggak pernah mau nyentuh piano.

Nathalie tak berkutik sedikitpun. Ia masih tetap pada posisinya. Diam, dengan mata yang terus memandang wajah Kenzo.

"Gue selalu takut ngeliat piano. Kayak ada yang aneh." Kini tangannya menyentuh plester di pelipis Nathalie. "Ini kenapa?" Tanyanya dengan kening berkerut.

Nathalie menerjap. "Jatoh di toilet." Ujarnya berbohong.

Kenzo tersenyum tipis. "Selalu ceroboh dari dulu." Gumamnya yang masih bisa di dengar oleh Nathalie.

"Maksud lo?"

Kenzo menggeleng. Bukannya menjawab pertanyaan Nathalie, cowok itu malah melanjutkan ceritanya tadi. "Waktu kecil, gue diajarin main piano sama ayah dari cewek yang paling gue sayangin setelah ibu gue. Gue antusias banget buat bisa main piano, karena dulu, cewek itu pengen supaya gue dan dia jadi pianis terkenal."

Piece of Heart [Why?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang