[44] The pain and the past

2.6K 114 4
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!😘
○○○

Hari-hari berlalu begitu cepat hingga tak terasa masa berlibur kini telah usai. Malam berganti menjadi pagi, dan Minggu berganti menjadi Senin. Sejak semalam, kota Jakarta diguyur hujan deras tanpa henti. Meskipun begitu, beberapa orang terlihat masih semangat untuk menjalani kewajibannya di hari pertama bekerja atau bersekolah. Mungkin beberapa pelajar diantaranya masih ada yang bermalas-malasan di rumah. Yah, typcal pelajar. Ketika masa liburan yang panjang, mereka selalu mengeluh bosan dan ingin kembali masuk ke sekolah. Namun ketika waktu sekolah sudah tiba, mereka akan mengatakan bahwa liburan yang mereka dapat terlalu sebentar. Hhh. Remaja labil.

Pagi ini, tepat pukul enam pagi, Nathalie sudah rapih dengan seragam dan juga ransel denim yang menggantung di pundaknya. Tak lupa, ia menggunakan sweater maroon bertuliskan 'Cry baby' dan kaos kaki putih panjang hingga melewati lutut ke atas. Sebenarnya, sekolahnya memang menganjurkan siswinya untuk menggunakan kaos kaki sebatas lutut. Tetapi banyak dari mereka yang lebih memilih menggunakan kaos kaki sebatas pergelangan kaki atau sebetis saja. Beruntung cuaca kali ini memang sedang tidak mendukung untuk menggunakan sesuatu yang serba pendek.

Nathalie menyambar kunci mobilnya dari atas meja belajar. Cewek itu akan berangkat ke sekolah sendiri pagi ini. Semalam Bastian sempat mengatakan padanya untuk berangkat bersama. Namun ternyata pagi ini cuaca kurang mendukung. Nathalie tak mau Bastian repot-repot menjemputnya dikala hujan deras seperti ini. Jalanan pasti akan sangat padat. Belum lagi, ini adalah hari pertama masuk sekolah. Jadi, ia berpesan pada cowok itu agar langsung berangkat saja menuju sekolah karena ia akan mengendari mobil sendiri walaupun sejujurnya, tubuhnya masih terasa tak enak sejak semalam.

Nathalie lalu berjalan ke arah pintu kamar dan membuka kunci tersebut kemudian berjalan menuruni tangga. Sesampainya di anak tangga terakhir, ia langsung mengarahkan kakinya ke arah pintu. Ia tidak berniat untuk sarapan ataupun berpamitan pada orangtuanya hari ini. Namun karena letak ruang makan yang dekat dengan tangga, mata biru Devano dengan cepat menangkap kehadiran cewek itu.

"Nathalie." Suara tegas milik Devano memasuki indra pendengaran Nathalie membuat ia menghentikan langkahnya.

Talita berjalan menghampiri Nathalie dan memegang pundak cewek itu. "Sayang, sarapan dulu, yuk."

Nathalie menolehkan kepalanya kearah Talita. Dengan senyuman ia menjawab ucapan Talita. "Nathalie nggak laper, Mah. Mau langsung berangkat aja."

"Tapi sayang-"

"Mah, Nathalie kan nggak pernah sarapan," ucapnya diakhiri dengan kekehan.

Talita tersenyum sendu menatap anak bungsunya ini. Ia tau Nathalie sedang berusaha menutupi rasa sedih dan kecewanya. Ia tau anaknya sedang menghindari papanya sendiri.

"Maafkan papa, nak,"

Senyum diwajah Nathalie pudar mendengar ucapan Talita. I do, mom. But he leaving a scars, batinnya.

Nathalie tersenyum pada Talita lalu menyalami punggung tangan wanita itu. "Nathalie berangkat, ya, Mah."

"Kamu tidak lihat kehadiran papa dan kakakmu disini?"

Nathalie berbalik menatap Devano dengan pandangan datar. "Maaf, Nathalie buru-buru."

"Duduk. Kita sarapan bersama." Ucap Devano dengan nada dingin.

Nathalie tersenyum sendu mengalihkan pandangannya. Bahkan papanya sama sekali tidak mengucapkan kata maaf padanya setelah kejadian semalam.

"Nathalie nggak laper, Pah." Ia membalikkan badan hendak pergi meninggalkan ruang makan namun gerakannya terhenti saat mendengar ucapan papanya.

Piece of Heart [Why?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang