[62] I Should

2.1K 99 1
                                    

VOTE VOTE VOTE!😜
○○○

Mentari pagi menyinari jalanan basah akibat guyuran hujan subuh tadi. Kendaraan yang berlalu lalang di jalanan Ibukota Jakarta saling membunyikan klakson menimbulkan bunyi nyaring nan bising akibat kemacetan yang bersumber diperempatan jalan.

Ada yang memaki sebuah motor karena menghalangi jalannya sebuah mobil untuk berbelok, atau mengumpat karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi lewat sepuluh menit. Mungkin ia terburu-buru untuk segera sampai pada tempat tujuannya, atau karena sudah terlambat.

Sesibuk itu suasana Ibukota pada Senin pagi. Namun diantara kesibukan itu, seorang gadis malah justru baru berhasil membangunkan diri dari tidur singkatnya. 

Membuka tirai, Nathalie tersenyum tipis melihat jalanan di depan tempat penginapannya sudah dipadati oleh berbagai jenis kendaraan. Cukup puas menikmati, Nathalie kemudian memilih untuk memanjakan tubuhnya sejenak dengan berendam air hangat, sekaligus untuk mengurangi rasa penat yang mendera.

Tak butuh waktu lama. Mungkin sekitar empat puluh menitan cewek itu memilih untuk menyudahi acara mandinya, kemudian mengenakan celana jeans berwarna hitam, kaos hitam serta jaket jeans oversize untuk mode pakaiannya hari ini. Tak lupa, Nathalie juga mengenakan topi hitam serta sneakers toscanya. Memoleskan bedak tipis pada wajah juga lipbalm pada bibirnya, Nathalie lalu keluar dari kamar hotelnya.

Ia ingin sarapan di sebuah tempat makan yang sudah lama tidak ia kunjungi. Kebetulan tempat makan itu juga tak jauh dari tempatnya menginap. Hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit berjalan kaki. Tempat makan itu tidak besar, cenderung kecil dan bisa disebut sebagai warung, mungkin.

Memasuki warung makan bercat hijau itu, Nathalie berjalan menuju etalase kaca dimana berbagai macam makanan sederhana tertata di dalamnya.

"Misi ibu." Sapa Nathalie pada seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahunan.

"Iya, mau- Ya Allah, Nathalie?!" Kejut wanita itu. Pemilik warung itu mengelap tangannya dengan kain dan melepas celemeknya merahnya.

Nathalie tersenyum begitu wanita itu menghampirinya, dan langsung menyalami punggung tangannya. Ibu Jumiah, namanya. "Apa kabar, ibu?"

Bu Jumiah menarik Nathalie untuk duduk di kursi. "Alhamdulillah ibu baik. Kamu gimana? Udah lama sekali ibu nggak liat kamu."

"Nathalie juga baik, bu."

Ibu Jumiah adalah seorang janda yang dulu sempat tinggal di perumahan yang sama dengan Nathalie. Dulunya, wanita ini adalah wanita baik nan dermawan yang hidup serba berkecukupan. Namun semenjak kecelakaan naas yang merenggut nyawa suaminya, wanita itu terpaksa harus meninggalkan harta kekayaannya dan membanting tulang untuk mencukupi kehidupan anak-anaknya. Ketika Nathalie masih tinggal di Indonesia, ia juga Talita sering mampir ke warung makan ini. Hampir setiap sore gadis itu selalu meminta pada Talita untuk makan di warung ini.

"Nggak sama mama?"

Nathalie sempat terdiam sejenak kemudian menggeleng.

"Kenapa? Tumben."

"Nggak apa-apa, bu. Nathalie kan kesini juga karena kebetulan lewat."

Ibu Jumiah mengangguk mengerti. "Kamu mau makan? Makan apa?"

"Kayak biasa aja, bu."

"Nasi pakai ayam dan dua tahu?"

Nathalie mengangguk menanggapi.

Ibu Jumiah terkekeh pelan. "Masih sama aja selera kamu, ya. Yasudah, ibu buatkan dulu sebentar."

Nathalie memandang keluar jendela. Jalanan sudah tidak begitu padat mengingat jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan lewat. Menghela napasnya, Nathalie menopang dagunya dengan tangan kiri, memikirkan apa yang sedang dilakukan keluarganya di rumah, bagaimana reaksi mereka ketika dirinya tak ada, bagaimana khawatir dan marahnya Bastian jika tau bahwa ia kabur dari rumah.

Piece of Heart [Why?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang