"Jadi sampe sekarang Nathalie belum balik juga?"
Kharel menanggapi pertanyaan Dava dengan gelengan.
"Kabar juga nggak ada?"
"Nomornya nggak bisa dihubungin."
Memandang lapangan dimana beberapa siswa sedang asik menghabiskan waktu istirahatnya dengan bermain basket, sedari tadi Bastian memilih bungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun ketika keenam sahabatnya sibuk menanyakan Nathalie. Ia bukannya tak peduli, melainkan ia sangat berusaha menahan dirinya agar tidak kelepasan mengucapkan soal Nathalie yang menghubunginya beberapa hari yang lalu. Ia harus ingat bahwa Nathalie butuh waktu untuk sendiri. Ia harus memberikan kesempatan pada kekasihnya untuk menenangkan diri dari segala masalah yang dihadapi cewek itu.
"Bas. Lo nggak nemuin apa-apa soal Nathalie?"
Melirik Jason sejenak, Bastian kemudian menggeleng dan kembali mengarahkan matanya pada lapangan.
Terdengar helaan napas yang berasa dari Marcielo. "Ini udah hampir seminggu. Kalo Nathalie nggak balik juga dalam dua hari, bokap terpaksa ngeretas seluruh kamera supaya bisa nemuin Nathalie."
Sedang asik meminum jus mangganya, Davi terpaksa harus tersedak begitu Marcielo mengucapkan kalimat barusan. "Demi what?! Bokap lo hackers? Gila aja ngeretas seluruh kamera. Berasa film amat apa?"
"Ck. Bukan bokap gue. Tapi anak buahnya. Kasian dia udah seminggu keliatan lesu parah." Keluh Marcielo.
Bastian menggigit pipi bagian dalamnya. Sejujurnya ia juga kasihan pada mereka yang terlihat putus asa karena belum menemukan petunjuk apa-apa untuk mencari Nathalie. Ingin rasanya Bastian memberi tau mereka bahwa Nathalie baik-baik saja. Meskipun ia tidak bisa memberikan informasi mengenai keberadaan Nathalie, setidaknya, ia bisa membuat mereka sedikit tenang karena tau keadaan gadis itu.
"Gue ke kelas."
Bangkit dari duduknya, Bastian kemudian berjalan meninggalkan meja kantin dan juga teman-temannya yang masih dilanda kegundahan. Bersamaan dengan Bastian yang ingin menaiki tangga di ujung koridor, seorang gadis berkuncir kuda juga ingin menuruni tangga dimana Bastian ingin memijakkan kakinya. Bastian mendengus dan dengan terpaksa harus menggeser tubuhnya.
"Bas."
Menghentikan langkahnya, Bastian melirik gadis yang sedang menatapnya itu tanpa mau menjawab sapaannya sedikitpun.
Gadis berkuncir kuda itu mencengkram ujung roknya. Terlihat ingin mengucapkan sesuatu, namun ragu.
Merasa jenuh, Bastian memutar bola matanya dan memijakkan kaki kirinya ke anak tangga selanjutnya, namun gadis itu kembali memanggilnya. Kali ini disertai pertanyaan yang membuat Bastian kontan berbalik dan memandangnya dengan sarat tak terbaca.
"Nathalie kemana?"
Menaikkan satu alisnya, Bastian lalu melipat tangannya dibawah dada. "Tumben."
"Tumben apaan?"
"Nyari cewek gue." Ujarnya sengaja menekankan dua kata terakhirnya.
Cherry menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa terintimidasi atas tatapan yang Bastian berikan padanya. "G-gue mau ngomong sama dia."
"Mau apa? Ngancem Nathalie lagi, hm?"
Dengan cepat Cherry menggeleng. "Ada hal penting. Gue juga udah nggak slek sama Nathalie, kok."
Kerutan terukir diantara kedua alis tebal milik Bastian. Cherry mengerti bahwa Bastian pasti tak percaya padanya. Sepertinya keputusan ia untuk bertanya pada Bastian adalah sebuah kesalahan. Bukannya jawaban yang ia dapat. Tetapi malah kecanggungan hebat yang ia rasakan. Apalagi tatapan datar nan dingin yang terus menerus Bastian tunjukkan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece of Heart [Why?]
Teen FictionCOMPLETED! [Teenager stories only (15+)] ☡Be a smart readers. ○○○ Pernahkah kalian merasa bahwa kehidupan yang Tuhan berikan itu sangatlah sempurna? Pernahkah kalian merasa bahwa Tuhan begitu mencintai hamba-Nya? Pernahkah kalian merasa kehidupan ya...