Athala, dengan stelan jas elegantnya berjalan menuju pintu berwarna cokelat yang terletak di ujung koridor lantai teratas kantor DL's Company milik papanya.
Ia berusaha menampakkan senyumnya pada sekretaris yang menjaga di depan pintu ruangan itu.
"Selamat sore, Tuan Athala. Ada yang bisa saya bantu?" Ujar sekretaris cantik itu dengan ramah.
"Sore. Apa papa di dalam?"
"Iya tuan. Pak Devano ada di dalam."
"Terimakasih."
Athala membuka pintu itu dan mendapati Devano sedang berkutat dengan berkas berkas di mejanya. Dihampirinya pria berusia empat puluh tujuh tahun yang menjadi ayahnya itu.
"Pah."
Devano hanya menjawab panggilan Athala dengan gumaman tanpa mengalihkan fokusnya dari berkas-berkas itu.
"Pah."
Kini, Devano mengangkat kepalanya dan memberikan tatapan sepenuhnya pada Athala.
"Bukannya papa sudah pernah bilang? Kalau di kantor, jangan panggil saya papa."
"Itu nggak penting, Pah."
Devano menghela napas dan kembali memfokuskan dirinya pada dokumen kerjasama perusahaannya dengan perusahaan milik keluarga Davidson.
Athala yang kesal karena diabaikan memilih langsung mendudukkan dirinya di kursi di hadapan meja Devano.
"Apa maksud papa mau bawa dia kembali ke Indonesia?"
Pertanyaan Athala sukses membuat kegiatan Devano terhenti.
"Apa maksud kamu?"
"Papa nggak usah pura-pura. Athala udah tau kalo papa akan membawa dia kembali kesini setelah mereka menyelesaikan ujian akhirnya,'kan?"
Devano tak menjawa ucapan Athala dan kembali membaca surat kontrak itu, lalu menandatanganinya.
"Pah. Athala lagi bicara sama papa."
"Papa dengar."
Athala berdecak. "Papa nggak boleh bawa dia balik ke sini."
"Apa masalahnya dengan kamu?"
"Memang nggak ada masalahnya dengan Athala. Tapi gimana sama Nathalie?"
Devano menutup semua dokumennya, dan meminggirkannya ke sudut meja. Kali ini, ia benar-benar menghentikan kegiatannya dan memberikan perhatian sepenuhnya pada Athala yang terlihat sedang menahan emosinya.
"Memangnya ada apa sama Nathalie?"
"Nathalie pasti nggak akan nerima dia, Pah."
"Dia pasti akan menerimanya."
"Kenapa papa yakin banget soal itu?"
"Papa memang yakin. Lagipula, Nathalie sama sekali tidak mengenal dia."
"Seyakin itu, hm?" Athala melipat kedua tangannya di bawah dada dan menyandarkan punggunya di sandaran kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece of Heart [Why?]
Ficção AdolescenteCOMPLETED! [Teenager stories only (15+)] ☡Be a smart readers. ○○○ Pernahkah kalian merasa bahwa kehidupan yang Tuhan berikan itu sangatlah sempurna? Pernahkah kalian merasa bahwa Tuhan begitu mencintai hamba-Nya? Pernahkah kalian merasa kehidupan ya...