23: kehilangan

2.5K 128 2
                                    

"Perlahan tapi pasti entah itu kapan seorang sahabat kita akan pergi ninggalin kita satu persatu dengan berbagai alasan. Entah karena mengejar cita cita, harapan, cinta atau karena takdir. Dan suatu saat kita harus siap menghadapinya"

___________________________

Teeetttt!

Bel tanda pulang berbunyi. Semua siswa bergegas gegas membereskan buku dan alat tulis mereka masing masing. Aisyah tetap duduk di tempatnya mengabaikan teman temannya yang pulang atau mengajaknya untuk pulang. Kebetulan kelasnya tadi jam kosong.

Sepanjang hari ini Aisyah hanya duduk saja di kelasnya. Dia tidak pergi ke kantin. Dia merasa sangat kehilangan Azka. Padahal baru satu hari Azka tidak ada namun Aisyah sangat merindukannya. Dia membayangkan bagaimana hari harinya nanti dia lalui tanpa Azka, sahabat terbaiknya. Akankan dia sanggup.

Aisyah mengambil sesuatu di tasnya. Syal yang dia buat telah jadi. Syal berwarna biru yang akan dia berikan pada Azka sebelum Azka pergi ke USA. Aisyah terus memandangi syal itu. Dia tidak menyadari kalau Ari sudah berdiri di hadapannya.

"Hey" panggil Ari. Aisyah sangat terkejut.

"Lo bikin gue kaget" kata Aisyah.

"Lo ngapain ngelamun?" tanya Ari.

"Lo ngapain kesini?" tanya Aisyah balik tanpa menjawab pertanyaan Ari.

"Gue tanya ke lo. Kenapa lo nggak jawab?!" kata Ari. Aisyah menghembuskan nafas panjang.

"Gue nggak mau ribut" kata Aisyah.

"Siapa yang mau ngajak lo ribut? Gue tanya bener ke lo tapi lo malahan kaya gitu" kata Ari kesal. Aisyah memejamkan matanya.

"Maaf. Gue cuma lagi sedih" kata Aisyah. Ari mengangguk.

"Gue tahu lo sedih karena bakalan pisah sama Azka. Gue paham. Gue juga sama tapi gue diem"

"Gue juga diem ri"

"Lo emang diem tapi ekspresi lo nggak bisa ngebohongin gue" kata Ari. Aisyah mengangguk lemas.

"Gue ngerasa kehilangan Azka ri. Dia itu sahabat terbaik yang pernah gue punya" kata Aisyah sambil tersenyum simpul. Tatapan matanya kosong.

"Lo tahu perlahan tapi pasti entah itu kapan seorang sahabat kita akan pergi ninggalin kita satu persatu dengan berbagai alasan. Entah karena mengejar cita cita, harapan, cinta atau karena takdir. Dan suatu saat kita harus siap menghadapinya" kata Ari. Aisyah mengangguk. Kata kata Ari benar. Dan sekarang Azka akan meninggalkannya karena dia harus mengejar cita citanya.

"Dan saat ini lo harus merelakan Azka pergi karena takdirnya" sambung Ari yang membuat kening Aisyah berkerut setelah mendengarnya. Takdir? Bukankan Azka pergi untuk mengejar cita citanya. Kenapa Ari mengatakan kalau Azka pergi karena takdir.

"Takdir?" tanya Aisyah akhirnya.

"Emm i-iya. Maksudnya Azka udah di takdirkan buat tinggal di USA sekarang. Jadi lo harus nerima kan?" ralat Ari. Hampir saja dia keceplosan.

"Bener juga ya" kata Aisyah. Ari mengangguk.

"Sekarang gue harus berusaha mengikhlaskan Azka"

"Bener" kata Ari. Sejenak hening. Lalu Ari bersuara.

"Gue mau nanya" kata Ari.

"Apa?"

"Gimana kalau seandainya sahabat lo kena penyakit jantung yang udah akut dan menurut prediksi dokter hidupnya nggak akan lama lagi. Dan sahabat lo itu selama ini nyembunyiin penyakit itu dari lo?" tanya Ari. Dia tidak tahu apakah Aisyah akan memahaminya atau tidak.

"Gue bakalan sedih banget saat gue tahu. Tapi kenapa dia harus nyembunyiin itu dari sahabatnya. Seperti yang lo bilang sahabat sejati nggak akan meninggalkan sahabatnya apapun alasannya kan?" kata Aisyah.

"Dan alasannya buat nggak ngasih tahu itu cuma satu. Dia nggak mau kalau sahabatnya sedih dan kecewa"

"Kalau itu alasannya berarti dia terlalu nethink. Mungkin sahabatnya akan sedih tapi tidak kecewa. Buat apa kecewa?"

"Kecewa karena janji mereka. Dia takut kalau sahabat nya itu bakalan kecewa karena dia nggak bisa nepatin janjinya" jelas Ari. Aisyah terdiam. Dia memikirkan sesuatu. Apakah Ari sedang menyindirnya. Tapi sepertinya tidak. Mungkin itu hanya perasaannya saja. Aisyah membuang jauh jauh pikirannya itu.

"Memang mereka janji apa?" tanya Aisyah akhirnya. Ari terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab.

"Janji untuk selalu bersama. Dan itu yang buat dia takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Kalo lo sahabat nya apakah lo bakalan memakluminya?" tanya Ari meminta pendapat.

"Emm Gue bakalan maklum. Lagian bukan dia yang minta punya penyakit kan? Mungkin itu emang udah takdir dia" jawab Aisyah.

"Thanks syah" kata Ari sambil tersenyum tipis. Sangat tipis. Bahkan itu tidak bisa di bilang sebagai senyuman. Aisyah mengangkat sebelah alisnya dan menatap Ari heran.

"Buat apa?" tanyanya.

"Buat nasihat lo"

"Ha? Perasaan gue nggak nasihatin lo. Malahan lo yang nasihatin gue. Thanks ya" kata Aisyah sambil tersenyum. Senyum tulus pertama kali Aisyah pada Ari. Entah kenapa ada desiran aneh di hati Ari setelah melihatnya. Dia pun balik tersenyum pada Aisyah.

"Oh iya. Ri gue mau titip syal ini buat Azka. Bilangin ke dia maaf gue nggak bisa kasih secara langsung. Habis ini gue ada acara penting. Lo mau kan?" pinta Aisyah sambil menyerahkan syal biru rajutannya pada Ari yang diletakan di dalam kotak berwarna coklat. Ari menerimanya.

"Entar gue bakalan sampein" jawab Ari. Aisyah mengangguk.

"Gue pamit dulu ya ri. Gue mau pulang" pamit Aisyah. Ari mengangguk. Aisyah lalu tersenyum dan membalikkan badannya lalu melangkahkan kakinya pergi. Baru beberapa langkah dia berhenti dan berbalik. Ari mengangkat sebelah alisnya.

"Gue lupa sesuatu" kata Aisyah sambil mengambil sesuatu di tasnya. Sebuah syal berwarna maroon yang dia buat khusus untuk Ari.

"Buat lo" kata Aisyah sambil menyerahkan syal itu pada Ari. Dengan bingung Ari menerimanya.

"Buat gue?" tanya Ari. Aisyah hanya mengangguk sambil tersenyum lalu berbalik dan melangkahkan kakinya pergi tanpa menjawab pertanyaan Ari. Sedangkan Ari terdiam di tempatnya sambil memandangi syal berwarna maroon pemberian Aisyah di tangan nya. Seulas senyum terukir di bibirnya. Entah kenapa dia sangat senang menerima syal buatan Aisyah itu. Dengan segera Ari mengambil handphone nya dan segera mengirimkan pesan pada Aisyah.

Thanks.

******

Hai gaes.
Jangan lupa vote and follow❤

Meet me on

Ig: @azizahnitapratami

Line: azizahnitapratami

CINTA MONYETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang