Prologue 1.2

14.6K 798 14
                                    

Happy reading😥😥
____________________

"Apa ini sakit? Maafkan aku, Kak. Aku tidak tahu kalau kak Erwin sedang terluka parah," ucap Eline dengan panik.

Saat ini, mereka sedang berteduh di depan restoran mewah. Sementara itu, Eline yang dengan paniknya terus meringis sendiri saat melihat luka Erwin yang mengeluarkan darah tanpa henti.

Ya, Erwin bisa berjalan hingga ke sini berkat bantuan Eline, dan mungkin ia harus berterima kasih kepada perempuan itu nanti.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil, kok," ucap Erwin menenangkan.

Namun berbanding terbalik dengan Eline, mata perempuan yang berumur 7 tahun itu mulai berkaca-kaca, membuat Erwin langsung terkaget dan cemas.

"Kenapa? Apa ada yang sakit?" tanya Erwin dan melihat perempuan itu dari atas hingga ke bawah. Tapi, sepertinya hal tersebut salah, karena ia kembali merona dengan pakaian tembus pandang Eline.

"Maafkan aku, Kak!" ujar Eline dan di detik selanjutnya, meledaklah tangisannya dengan keras.

Erwin sontak kewalahan. Ia celingak-celinguk dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Hei, hei. Sudahlah, ini hanya luka kecil, kok," ucapnya dan menunjuk ke arah lengannya sendiri.

"Ta--tapi, aku yang menyebabkan kamu terluka." Tangisan Eline terdengar semakin membahana, apalagi hujan yang mengguyur kota tadi mulai mereda.

Erwin sontak gelagapan. Shit! Untuk sesaat, dia merasa menjadi seorang penjahat yang dengan sengaja membuat seorang anak perempuan menangis keras.

"Hei, ayo pulang. Dimana rumahmu? Aku akan mengantarkan Eline ke sana," bujuk Erwin dan menepuk-nepuk bahu perempuan itu.

Hingga syukurlah, bujukan Erwin membuat tangisannya berhenti sejenak, sebelum Eline menatap ke arah Erwin dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"Aku yang akan mengantar kakak. Rumah Erwin dimana?" bantah Eline.

"Ti--tidak. Aku bisa pulang sendiri. Aku yang akan mengantarmu pulang dengan selamat."

"Aku yang akan mengantar kakak," bantah Eline lagi.

"Eh? Ti--tidak perlu. Aku bisa sendiri," elak Erwin.

"Aku yang akan mengantar kakak. Jangan membantah lagi dan sekarang tunjukkan dimana rumah kamu!" perintah Eline yang membuat anak laki-laki itu terpaku sejenak.

Okay, ia sendiri masih tidak percaya jika anak perempuan yang lebih kecil darinya itu baru saja memerintahnya dengan suara yang keras dan dingin.

Hingga yang lebih parahnya lagi, Erwin merasa sedikit takut dengan perintah Eline.

"Aku--"

Ucapan Erwin langsung terpotong ketika melihat air mata Eline kembali mengalir.

"O--oke. Rumahku hanya berada di ujung jalan sana. Rumah yang berwarna coklat dengan pagar tinggi itu," ucap Erwin cepat dan menunjuk ujung jalan sebelah kiri.

Eline mengikuti arah telunjuknya. Sesaat, perempuan itu tampak terbengong-bengong, seakan-akan Erwin mengucapkan sesuatu hal yang bodoh. Setelahnya, kedua matanya membulat besar dengan cepat ketika menyadari sesuatu.

"Astaga, aku adalah tetanggamu!" pekik Eline dengan keras. Perempuan itu langsung meloncat-loncat girang entah karena apa.

Mendengar itu, Erwin spontan mengangkat kedua alisnya. "Kamu tinggal di mana?"

"Di sebelah rumahmu. Hore! aku mempunyai teman sekarang," ucap Eline dengan histeris. Tanpa sadar, ia langsung memeluk tubuh gemuk Erwin, lalu menenggelamkan wajahnya di dada anak laki-laki itu.

"Jadi, karena kita sekarang adalah tetangga, kamu mau menjadi temanku, kan?" tanya Eline dengan suara yang terendam akibat sedang memeluk Erwin.

Untuk sejenak, bocah itu tercengang di tempat. Mukanya kembali memerah ketika merasakan pelukan Eline semakin erat.

"I--iya."

"Hore!" tukas Eline dan melepaskan pelukannya. Ia tersenyum cerah dan menatap Erwin dengan mata bulatnya.

Jadi, perempuan ini adalah tetangga barunya?

"Ayo, aku mau pergi ke rumahmu. Boleh, kan?" tanya Eline dengan berbinar-binar.

Erwin mengerjap. "I--iya."

Malaikat ini adalah... tetangganya.

Wow, it is unbelieveable.

To be continue....

Don't forget to vote and comment😗😗

25 February 2019

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang