Part 30 - Sanitary Napkins (2)

3.9K 207 18
                                    

Happy reading<,>
________________

Tapi, sedetik setelahnya, Erwin meneguk salivanya dengan susah. Matanya tanpa sadar memicing nakal, menatap ke arah Ashley yang tengah memegang sebungkus pembalut wanita.

Heh? Dia lagi datang bulan?

Erwin berdeham. Entah kenapa tenggorakannya menjadi kering sesaat.

Itu... memang pembalut wanita.

Erwin menahan napasnya tanpa sadar ketika melihat Ashley membolak-balikkan bungkusan itu, seakan-akan gadis itu sedang mencari sesuatu. Setelahnya, dia melirik ke arah harga yang tertera.

Ashley berjalan mendekat ke arah karyawan yang ia temui, lalu menanyakan sesuatu. Samar-samar, Erwin dapat mendengar jika Ashley sedang menanyakan harga diskonnya.

Dahi Erwin berkerut dalam.

Ashley miskin? tanyanya dalam hati. Kenapa pula membeli hal seperti itu harus melihat harga yang telah didiskon?

Jika saja dirinya adalah Ashley sendiri, ia pasti akan membelinya tanpa berpikir panjang lagi.

Uang bukanlah sebuah masalah. Lembaran-lembaran itu sangat mudah untuk didapatkan bagi Erwin. Uanglah yang datang mencarinya, bukan ia yang bersusah payah untuk pergi mencarinya.

Yah, itulah nasib orang kaya di bumi ini.

Setelahnya, pria itu akhirnya memutuskan untuk mengedikkan bahu. Mungkin dirinya saja yang terlalu kaya hingga Erwin menjadi menganggap sepele hal-hal kecil seperti ini.

Aku kan, kaya.

Perempuan itu kemudian melangkahkan kakinya, menjauh dari rak pembalut wanita. Dia kemudian berjalan menuju ke depan dan memilah-milah masker wajah yang berada di depannya. Sekali lagi, Erwin tahu jika Ashley sedang mencari harga diskon atau harga yang paling murah.

Setelah beberapa menit membuntuti Ashley, Erwin akhirnya dapat melihat gadis itu mulai membayar seluruh barang yang diambilnya tadi. Tak lama kemudian, Ashley mengeluarkan dompetnya dan membayar harga yang tertera di kasir, lalu menenteng plastik serta pergi dari minimarket.

Erwin hanya menggaruk kepalanya. Ia menatap sosok Ashley yang perlahan mulai menghilang di balik trotoar, lalu mengedikkan bahu.

Pria itu akhirnya memutuskan untuk berjalan mendekati rak pembalut tadi, kemudian mengedarkan pandangannya dengan aneh.

Hmm... Mungkin Erwin harus membantu Ashley!

Ya, entah kenapa, Erwin sendiri mempunyai firasat buruk bahwa perempuan itu sedang amat membutuhkan pembalut ini. Memang wanita itu adalah makhluk yang paling merepotkan.

Mata biru miliknya menelusuri berbagai warna bungkusan itu, sementara dahinya sesekali mengerut aneh. Ada yang berwarna ungu, putih, hijau, dan juga memiliki bungkusan yang besar dan kecil.

Rasa penasaran itu menyerang dirinya, membuat Erwin menjulurkan tangannya untuk meraih salah satu bungkusan. Ia membolak-balik benda itu seperti apa yang dilakukan oleh Ashley tadi, sebelum sebelah alisnya terangkat tinggi.

Jujur saja, Erwin tidak pernah memegang pembalut wanita. Dan sekarang, ia sama sekali tidak tahu bungkusan pembalut mana yang paling baik untuk Ashley.

Mata birunya kemudian beralih menatap karyawan yang berbicara dengan Ashley tadi, lalu memutuskan untuk mendekatinya dan bertanya sesuatu.

Erwin sadar bahwa banyak pasangan mata yang sedang tertuju padanya saat ini, tapi ia menggubrisnya.

Bahkan sayup-sayup Erwin dapat mendengar jika ada beberapa orang yang mulai nekat untuk berbisik satu sama lain. Bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan oleh pria tampan seperti dirinya yang memegang sebungkus pembalut layaknya orang bodoh.

Tidakkah mereka mengerti bahwa Erwin sedang membutuhkan pembalut?! Ralat, Ashley sedang membutuhkannya.

"Boleh saya tanya, pembalut mana yang paling bagus buat wanita?" tanya Erwin pada karyawan tersebut.

Karyawan wanita paruh baya yang sedang menyusun barang itu berbalik, lalu menatap terkejut ke arah Erwin. Suara terkesiapnya terdengar ketika ia menatap bungkusan pembalut yang sedang dipeluk oleh pria berjas hitam di depannya.

Siapa yang tidak kaget ketika melihat seorang pria yang sedang memeluk bungkusan pembalut layaknya orang yang sedang tersesat? Apalagi pertanyaan yang dilontarkannya tadi sanggup membuat wanita paruh baya tersebut terkekeh geli.

"Maaf, tapi semua pembalut memang bagus. Ada pembalut yang memiliki sayap dan tidak. Ada juga pembalut khusus tidur. Apa yang Anda butuhkan? Berapa panjang pembalut yang sedang Anda cari?"

Erwin mengerjap, melongo hebat setelah mendengar perkataan tidak masuk akal itu.

Yang benar saja, bahkan satu kata dari sekian banyaknya kalimat yang dilontarkan oleh karyawan ini sama sekali tidak ada yang berhasil ditangkapnya.

Apa benda yang bernama pembalut ini memang begitu menyusahkan?

"Yang bagus untuk gadis berumur 20 tahunan," ujar Erwin dan menggaruk belakang kepalanya.

Dahi wanita itu spontan mengernyit, menatap Erwin dengan tatapan aneh yang berusaha untuk disembunyi-bunyikan. "U--um, kalau begitu, boleh saya tanya hari ke berapa perempuan Anda telah datang bulan?"

Sekali lagi, Erwin mengerjap frustasi. Ia menunduk menatap bungkusan yang sedang dipeluknya itu, lalu kembali menatap wajah karyawan yang polos itu. "Apa saja, asal pembalut itu bagus buat wanita."

Mendengar itu, karyawan tersebut mengulum tawanya diam-diam, lalu akhirnya memutuskan untuk berjalan ke bagian rak pembalut. Jarinya menunjuk ke salah satu pembalut tersebut. Sementara Erwin mengikutinya dari arah belakang.

"Ini untuk yang malam hari."

Setelahnya, jarinya kembali menunjuk ke bungkusan yang lain. "Ini yang ada sayapnya."

Jari itu kembali berpindah, tapi kali ini, Erwin buru-buru memotongnya sebelum karyawan itu sempat berbicara dan menjelaskan hal yang sama sekali tidak dimengerti olehnya.

Sayap? Apa pembalut itu bisa terbang? Yang benar saja!? Itu adalah hal paling aneh di dunia.

"Pembalut yang dipakai pada siang hari," ujar Erwin dengan cepat.

Karyawan itu tampak menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia mulai putus asa. Apa pria ini sama sekali tidak mengerti tentang pembalut?

"Kita juga memiliki pembalut untuk wanita hamil," tukas karyawan itu, membuat dahi Erwin berkerut aneh. Ia melongo. Ada pembalut seperti itu juga? Hell, Erwin benar-benar tidak mengerti.

Bungkusan pembalut yang sedang dipeluknya itu diletakkan kembali ke atas rak, lalu menatap ke arah karyawan tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. Mata birunya mengerjap, sebelum ia mendesah pelan.

"Baiklah, aku tidak mengerti. Sekarang, aku ingin membeli semua bungkusan pembalut ini. Jadi, berapa harganya?"

______________________

To be continue...

Don't forget to vote and comment. THANKS.

BANYAKIN VOTE DAN KOMENTARNYA YA. ^^

6 July 2018

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang