Happy reading :)
__________________Mata birunya mengerjap, menatap lurus ke arah lelaki yang sedang duduk di kursi dekat jendela. Entah apa yang dilakukan oleh John, tapi Ashley dapat melihat jika Erwin dan John sedang berbicara sesuatu. Tangan John terlihat terkepal, sepertinya pembicaraan itu tidak berlangsung dengan baik.
Napasnya kemudian terhembus, sebelum dirinya menyusun kasir dan menempatkan posisinya seperti pada hari-hari biasanya. Ia menyiapkan berbagai bahan pembuat kopi, menyediakan susu dan menyusunnya, lalu mengaktifkan mesin pembuat kopi.
Beberapa saat kemudian, Ashley kembali bersantai dan menatap ke arah pelanggan pertamanya. Sebelah tangannya menopang dagunya, lalu sedetik setelahnya, Ashley dapat melihat John yang kembali berjalan ke arahnya dengan wajah yang murung. Kedua kakinya terlihat terseret-seret tanpa tenaga, membuat Ashley bertanya dalam hati ada gerangan apa yang membuatnya seperti ini di pagi hari.
"Aku kesal," adu John kepada Ashley begitu pria itu sampai di balik kasir. Perempuan tersebut hanya mengernyit, tidak mengerti kenapa John kesal.
"Kenapa?"
John membuka mulut, hendak memberitahu Ashley tentang seluruh perkataan Erwin tadi, tapi terkatup sebal begitu Erwin yang sedang duduk di ujung sana langsung bermain mata dengannya. Jari telunjuk pria itu diletakkan di depan bibir, menyuruh John untuk jangan berkata apapun. Hal itu membuat ia merasa ingin menangis sekarang.
John cemberut. Ia menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Buatkan dia kopi hitam. Aku pergi ke belakang untuk berganti pakaian dulu," ujarnya dan berlalu begitu saja.
Ashley memutar kepalanya, menatap lurus ke arah John yang tampak seakan-akan tidak mempunyai nyawa di dalam raganya lagi. Sebelah alisnya terangkat heran, mulai penasaran dengan pembicaraan Erwin dengan John tadi.
***
Suara bel pintu kembali berbunyi, menandakan bahwa ada pelanggan yang datang lagi. Ashley menoleh, lalu tersenyum kepada pasangan sejoli yang baru masuk itu.
Setelah membantu mereka untuk mencari tempat duduk dan memesan, Ashley akhirnya berjalan lunglai menuju ke bagian kasir. Diserahkannya pesanan tadi kepada John, lalu melipat kedua tangan di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di dalam sana. Ia mendesah pelan.
John yang baru saja siap melayani pelanggan lain langsung berjalan menuju ke arah Ashley dan menepuk-nepuk pundaknya dengan sedikit cemas. "Ashley, ada apa? Kau sakit?" tanyanya dengan khawatir.
Gadis itu mengangkat wajah, lalu mengerjap. Mata birunya mengedar ke sekitar sudut kafe dengan tatapan lesu. Tampak kafenya mulai ramai dan dipenuhi dengan suara-suara bising, membuat kepala Ashley menjadi sedikit pusing.
"Tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing dan sakit perut," ujar Ashley dan kembali menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangan.
Melihat Ashley yang mulai sekarat dan sepertinya sudah mau mati, John akhirnya memutuskan untuk memapah Ashley ke kursi terdekat. Langkah gadis itu linglung, membuat John harus merengkuh badan Ashley agar tidak terjatuh.
"Mau ke rumah sakit?" tawar John dan mengerjapkan matanya sekali. Binar matanya menunjukkan rasa cemas yang tidak bisa disembunyikan.
Ashley menggeleng lemah. Matanya terasa sangat berat, sehingga membuat dirinya harus memejamkan matanya dan kembali tengkurup di dalam lipatan tangan. Ia kemudian mengibaskan tangannya. "Kau harus kembali bekerja dan jangan terlalu khawatir. Hush...hush..."
John berkacak pinggang, menatap Ashley yang entah kenapa menjadi terlihat lemah, tapi terus bersikap jengkel. Ini bukanlah Ashley yang biasanya ia kenal.
"Bersyukurlah karena aku masih khawatir padamu. Untuk sementara ini, kuharap kau jangan mati dulu. Tidurlah, aku akan mengambil alih kafemu ini untuk hari ini," ujar John dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
Kepala Ashley terangkat, menatap sayu namun tajam ke arah John. Apa pria ini sedang mengajaknya untuk bercanda?
"Sekarat," ketus Ashley dan kembali menyembunyikan kepalanya di balik tangan.
Gerakan John yang sedang merapikan pakaian terhenti di udara, sementara kilatan matanya berubah dan menatap panik ke arah Ashley. "Kita harus ke rumah sakit sekarang!"
"Untuk apa?" Ashley bersuara, membuat John menatapnya semakin kesal sekaligus merutuki kebodohan Ashley.
"Kau sudah berada di ambang mati. Jadi, sebaiknya kita harus ke rumah sakit sekarang. Jangan membantah, titik!" pekik John histeris dan menggoyang-goyangkan tubuh Ashley.
Merasa terganggu, Ashley akhirnya menggertak meja yang dipakainya tadi, lalu menatap marah ke arah John. "Siapa yang bilang aku akan mati!?"
John spontan terkesiap. Mata birunya mengerjap heran, menatap dada Ashley yang naik-turun menahan emosi. "Kau," tunjuk John dan menatap polos ke arah Ashley, membuat gadis itu mendesah berat karena kebodohan dari otak John.
"Astaga! Jangan berbicara denganku, oke? Aku sedang berada dalam mood untuk membunuh orang," ujar Ashley dengan nada yang ketus.
John memiringkan kepalanya, sementara wajah polosnya tetap tidak dihilangkan. Sikap Ashley semakin terlihat seperti seorang wanita yang sedang... menstruasi. Apa memang ia sedang mensturasi?
"Apa kau sedang--"
Ucapan John langsung terpotong begitu Ashley menatapnya dengan tajam. Gadis itu beranjak dari kursi, lalu melenggang pergi begitu saja. Tunggu, ia mau kemana?
Baru saja John hendak mengejar langkah Ashley yang entah kenapa tiba-tiba menjadi cepat, perintah yang gadis itu keluarkan membuat ia langsung membatalkan aksinya.
"Kerjakan pekerjaanmu dan jangan mengikutiku. Aku ingin ke kamar mandi sebentar."
John tercenung, menatap sosok Ashley yang mulai menghilang di balik kamar mandi. Mata birunya kemudian bergulir, menatap ke sekitar, lalu langsung melangkah masuk ke bagian kasir dan mulai mengerjakan beberapa pesanan karena banyak orang yang mulai mengantri.
Beberapa saat kemudian...
Ashley keluar dari kamar mandi, namun wajah perempuan itu terlihat letih dengan langkah yang terseok-seok menuju ke arahnya.
John yang melihat wajah murung milik Ashley langsung menghentikan kegiatannya yang sedang melayani orang, lalu menatap gadis itu dari atas hingga ke bawah. "Well, ada apa?"
Ashley mendongak menatap John. Senyuman murung sontak terbit di wajahnya. "John--" gadis itu memberi jeda pada kalimatnya. "--aku sepertinya harus pergi ke market terdekat sekarang."
____________________
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
BANYAKIN VOTE DAN KOMENTARNYA, YA GENGS. MANA TAU AUTHOR BISA UPDATE LAGI!!😁
4 July 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...